Site icon PINTERpandai

Agama Hindu – Pengertian, Sejarah, Tradisi, Hari Raya dan Besar

Agama hindu

Agama Hindu - Pengertian, Sejarah, Tradisi, Hari Raya dan Besar

Pengertian Agama Hindu

Agama Hindu (disebut pula Hinduisme) merupakan agama dominan di Asia Selatan—terutama di India dan Nepal—yang mengandung aneka ragam tradisi. Agama ini meliputi berbagai aliran—di antaranya Saiwa, Waisnawa, dan Sakta—serta suatu pandangan luas akan hukum dan aturan tentang “moralitas sehari-hari” yang berdasar pada karma, darma, dan norma kemasyarakatan. Agama Hindu cenderung seperti himpunan berbagai pandangan filosofis atau intelektual, daripada seperangkat keyakinan yang baku dan seragam.


Etimologi

Dalam teks berbahasa Arab, al-Hind adalah istilah yang digunakan untuk menyebut suku bangsa di suatu daerah yang kini disebut India, sedangkan ‘Hindu’ atau ‘Hindoo’ digunakan sejak akhir abad ke-18 dan seterusnya oleh orang Inggris untuk menyebut penduduk ‘Hindustan’, yaitu bangsa di sebelah barat daya India.

Baca juga ? Diwali (Deepawali) Festival Cahaya Agama Hindu dan 5 Hari Penting

Akhirnya, ‘Hindu’ menjadi istilah padanan bagi ‘orang India’ yang bukan Muslim, Sikh, Jaina, atau Kristen, sehingga mencakup berbagai penganut dan pelaksana kepercayaan tradisional yang berbeda-beda. Akhiran ‘-isme’ ditambahkan pada kata Hindu sekitar tahun 1830-an untuk merujuk pada kebudayaan dan agama kasta brahmana yang berlainan dengan agama lainnya, dan kemudian istilah tersebut diterima oleh orang India sendiri dalam hal membangun jati diri bangsa untuk menentang kolonialisme, meski istilah ‘Hindu’ pernah dicantumkan dalam babad berbahasa Sanskerta dan Bengali sebagai antonim bagi ‘Yawana’ atau Muslim, sekitar awal abad ke-16.

— Gavin Flood, An Introduction to Hinduism.

Kiri: Peta kawasan peradaban Lembah Indus (ditandai dengan warna hijau) beserta kota-kota kuno di sekitar aliran sungai Sindhu.
Kanan: Peta aliran sungai Sindhu di negara Pakistan, yang terletak di antara negara Afghanistan dan India.

Lukisan dari akhir abad ke-18, menggambarkan tiga dewa utama Hinduisme—Brahma, Wisnu, dan Siwa—beserta sakti (pasangan) masing-masing. Sumber foto: Wikimedia Commons

Karakteristik Agama Hindu


Akar Hinduisme

Seorang wanita melakukan puja saat matahari terbenam di Rishikesh, Haridwar.


Keanekaragaman

Diversitas Hinduisme

Anak-anak Hindu saat perayaan gaijtra di Kathmandu, Nepal.

Ritual keagamaan Hindu di Candi Prambanan, Yogyakarta, Indonesia.

Tari kebaktian yang dilakukan wanita Hindu di Moskwa, Rusia.

Upacara Puja barthaband di Bagmati, Nepal.

Seorang petapa Hindu di tepi sungai Gangga, Benares, India.

Ritus tindik lidah saat thaipusam di Batu Caves, Malaysia.

Perayaan mandi suci (baruni snan) di Bangladesh.

Praktisi yoga melakukan sikap halasana di Zhengzhou, Tiongkok.

Prosesi keagamaan Hindu di Bali, Indonesia.

Anak-anak Hindu dengan pakaian tradisional dari Afghanistan.

Tidak seperti agama lainnya di dunia, agama Hindu tidak mengklaim satu nabi saja, tidak memuja satu dewa saja, tidak menganut satu konsep filosofis saja, tidak mengikuti atau mengadakan satu ritus keagamaan saja; faktanya, ciri-ciri [agama Hindu] itu tidak seperti agama atau kepercayaan lain pada umumnya. Tak lain dan tak bukan, agama [Hindu] itu merupakan suatu jalan hidup.

Persamaan

Sebagai pencegahan terhadap supremasi Islam, dan sebagai bagian dari proses regionalisasi yang berkelanjutan, dua inovasi keagamaan berkembang dalam tubuh agama Hindu: pembentukan sekte-sekte serta historisasi yang mendahului nasionalisme pada masa berikutnya … Para orang suci, dan kadangkala pemuka sekte yang militan, seperti pujangga Maratha [bernama] Tukaram (1609–1649) dan Ramdas (1608–1681), menyuarakan gagasan-gagasan yang mengagungkan kejayaan agama Hindu pada masa lampau. Para brahmana juga menyusun tulisan-tulisan bersejarah yang kian bertambah, terutama eulogi dan riwayat tempat-tempat suci (mahatmya), atau mengobarkan semangat reflektif untuk menghimpun dan menggubah suatu koleksi kutipan yang ekstensif tentang berbagai subjek.

Penggolongan Agama Hindu

Agama Hindu sebagaimana biasanya dapat digolongkan ke dalam beberapa mazhab atau aliran besar. Dalam suatu kelompok mazhab pada masa lalu—yang digolongkan sebagai “enam darsana“—hanya 2 mazhab yang popularitasnya masih bertahan: Wedanta dan Yoga. Golongan-golongan utama Hinduisme pada masa kini disesuaikan dengan aliran-aliran besar yang ada: Waisnawa (Waisnawisme), Saiwa (Saiwisme), Sakta (Saktisme), dan Smarta (Smartisme).

Baca juga ? Sejarah Nusantara – Nama Kerajaan Hindu Budha Di Indonesia (130-1500)

Enam tipe umum

Prosesi ganga aarti di Dashashwamedh Ghat, Benares.

Menurut J. McDaniel, ada enam tipe umum dalam tubuh agama Hindu, yang disusun dengan maksud menampung berbagai pandangan terhadap suatu subjek yang kompleks. Adapun enam tipe tersebut sebagai berikut:

Religi dan religiositas Hindu

Menurut Axel Michaels, ada tiga bentuk religi (agama) Hindu dan empat macam religiositas (pengabdian) umat Hindu.

Pembagian agama Hindu menjadi tiga bentuk bersuaian dengan metode pembagian dari India yang mengelompokkannya sebagai berikut: praktik ritual menurut Weda (vaidika), agama rakyat dan lokal (gramya), dan sekte keagamaan (agama atau tantra). Menurut Michaels, tiga bentuk agama Hindu yakni:

  1. Hinduisme Brahmanis-Sanskritis (Brahmanic-Sanskritic Hinduism): suatu agama politeistis, ritualistis, dan kependetaan yang berpusat pada suatu keluarga besar serta upacara pengorbanan, dan merujuk kepada kitab-kitab Weda sebagai keabsahannya. Agama ini mendapat sorotan utama dalam banyak risalah tentang agama Hindu karena memenuhi banyak kriteria untuk disebut sebagai agama, serta karena agama ini merupakan yang dominan di berbagai wilayah India, sebab masyarakat non-brahmana pun mencoba untuk mengasimilasinya.

  2. Agama rakyat dan agama suku: suatu agama lokal yang politeistis, kadangkala animistis, dengan tradisi lisan yang luas. Kadangkala bertentangan dengan Hinduisme Brahmanis-Sanskritis.

  3. Agama bentukan: tradisi dengan komunitas monastis yang dibentuk untuk mencari keselamatan (salvation), biasanya menjauhkan diri dari belenggu duniawi, dan seringkali anti-Brahmanis. Agama ini dapat dikelompokkan lagi menjadi 3 bagian:

    • Agama sektarian: aliran keagamaan yang menggarisbawahi suatu konsep filosofis dari Hinduisme dan menekankan praktik religius menurut konsep tersebut, contohnya Waisnawa dan Saiwa.

    • Agama-bentukan sinkretis: agama tersendiri yang terbentuk dari sinkretisme antara Hinduisme dengan agama lain, contohnya Hindu-Islam (Sikhisme), Hindu-Buddha (Buddhisme Newara), atau Hindu-Kristen(Neohinduisme).

    • Agama proselitisis (proselytizing religions), atau “Guru-isme”: kelompok keagamaan yang berawal dari seorang guru dan biasanya menekankan isu universalisme, contohnya Maharishi Mahesh Yogi dengan gerakan Meditasi Transendental, Sathya Sai Baba dengan Federasi Satya Sai, Bhaktivedanta Swami Prabhupada dengan gerakan ISKCON, Maharaj Ji dengan Divine Light Mission, dan Osho.

Menurut Michaels, empat macam religiositas Hindu yakni:

  1. Ritualisme: terutama mengacu pada ritualisme Weda-Brahmanistis (Vedic-Brahmanistic ritualism) yang domestik dan butuh kurban, namun dapat juga meliputi beberapa bentuk Tantrisme. Ini merupakan karma-marga klasik.

  2. Spiritualisme: kesalehan intelektual, bertujuan untuk mencari kebebasan (moksa) bagi individu, biasanya dengan bimbingan seorang guru. Ini merupakan karakteristik Adwaita Wedanta, Saiwa Kashmir, Saiwa Siddhanta, Neo-Wedanta, Guruisme esoterik masa kini, dan beberapa macam Tantrisme. Ini merupakan jnana-marga klasik.

  3. Devosionalisme: pemujaan kepada Tuhan, seperti yang ditekankan dalam tradisi bhakti dan Kresnaisme. Ini merupakan bhakti-marga klasik.

  4. Heroisme: bentuk religiositas politeistis yang berpangkal dari tradisi militeristis, seperti Ramaisme dan sebagian dari Hinduisme politis. Ini juga disebut wirya-marga.

Toleransi

Pendeta Hindu diberi kesempatan melantunkan doa dalam suatu upacara yang diselenggarakan umat agama Romuva di Lituania.

एकम् सत् विप्रा: बहुधा वदन्ति (Ekam Sat Viprāh Bahudhā Vadanti)
Arti: “Hanya ada satu kebenaran, tetapi para cendekiawan menyebut-Nya dengan banyak nama.” (I:CLXIV:46)

  • Dalam Parlemen Agama-Agama Dunia (1893) di Chicago, Swami Vivekananda sebagai perwakilan India mengawali pidatonya dengan salam “Sisters and brothers of America!” dan mendapatkan sambutan yang hangat. Ia memperkenalkan Hinduisme sebagai agama yang mengajarkan toleransi dan bersikap sangat terbuka.
  • Agama Hindu memandang seluruh dunia sebagai suatu keluarga besar yang mengagungkan satu kebenaran yang sama, sehingga agama tersebut menghargai segala bentuk keyakinan dan tidak mempersoalkan perbedaan agama. Maka dari itu, agama Hindu tidak mengakui konsep murtad, bidah, dan penghujatan. Agama Hindu bersifat mendukung pluralisme agama dan lebih menekankan harmoni dalam kehidupan antar-umat beragama, dengan tetap mengindahkan bahwa tiap agama memiliki perbedaan mutlak yang tak patut diperselisihkan. Menurut tokoh spiritual Hindu Swami Vivekananda, setiap orang tidak hanya patut menghargai agama lain, namun juga merangkulnya dengan pikiran yang baik, dan kebenaran itulah yang merupakan dasar bagi setiap agama.

Ye yathā mām prapadyante tāms tathaiva bhajāmy aham mama vartmānuvartante manusyāh pārtha sarvaśah.
Arti: Jalan mana pun yang ditempuh seseorang kepada-Ku, Aku memberinya anugerah setimpal. Semua orang mencari-Ku dengan berbagai jalan, wahai Arjuna(BhagawadgitaIV:11)

Mazhab, Aliran dan Gerakan Agama Hindu

Partisipasi umat Waisnawa dalam acara Festival Woodstock di Polandia.

Enam mazhab filsafat

Lukisan Kapila, dari abad ke-19.

Menurut sistem astika dan nastika, ada sembilan filsafat India klasik. Enam di antaranya merupakan filsafat Hindu klasik (astika) yang mengakui otoritas Weda sebagai kitab suci. Tiga filsafat lainnya merupakan aliran heterodoks (nastika) yang tidak mengakui otoritas Weda, namun menekankan tradisi perguruan yang berbeda. Adapun enam filsafat Hindu tersebut sebagai berikut:

Patung Adi Shankara, filsuf mazhab Adwaita yang tertemuka, terletak di Mysore, India.

Dalam sejarah agama Hindu, keberadaan enam mazhab tersebut di atas mencapai masa gemilang pada masa Dinasti Gupta. Dengan bubarnya Waisesika dan Mimamsa, perguruan filsafat tersebut kehilangan pamornya pada masa-masa berikutnya, sedangkan berbagai aliran-aliran Wedanta mulai naik pamor sebagai cabang-cabang utama dalam filsafat keagamaan. Nyaya bertahan sampai abad ke-17 dan berganti nama menjadi Nawya-nyaya (“Nyaya Baru”), sedangkan Samkhya lenyap perlahan-lahan, namun ajarannya diserap oleh Yoga dan Wedanta.

Empat aliran utama

Umat Saiwa di kuil Pashupatinatha, Nepal.

Empat aliran utama yang sering didapati adalah Waisnawa, Saiwa, Sakta, dan Smarta. Dalam masing-masing aliran, ada beberapa perguruan atau aliran lain yang menempuh caranya sendiri.

Umat Hindu Nepal mengoleskan tika dan jamara pada puncak hari raya Dashain, yaitu hari pemujaan terhadap 9 manifestasi Dewi Durga selama 9 hari berturut-turut.

Sekte dan aliran lainnya

Upacara tiwah yang dilaksanakan umat Hindu Kaharingan di Kotawaringin Timur, Kalimantan Tengah.

Para peniup seruling saat hari raya Gaijatra yang dirayakan oleh umat Hindu Newa.

Umat Hindu Cham di Vietnam merayakan festival Kuil “Yan Po Nagar”, alias Dewi Bhagawati.

Tarian tradisional saat festival Lai Haroaba yang dirayakan umat Hindu Manipur.

Pengikut Gerakan Hare Krishna di Rusia menyelenggarakan prosesi Rathayatra pada musim dingin 2011.

Gerakan keagamaan agama Hindu

Beberapa gerakan Hindu modern muncul di India pada periode antara abad ke-18 dan ke-20, antara lain sebagai berikut:

Di luar Asia Selatan dan Asia Tenggara, aliran Hindu yang cukup populer adalah tradisi Waisnawa yang dibawa oleh misionaris Gerakan Hare Krishna. Tradisi Hindu juga dilaksanakan di beberapa negara dengan jumlah imigran India yang signifikan, seperti Mauritius (Afrika bagian selatan) dan Trinidad dan Tobago (Amerika Tengah).

Keyakinan Dalam Agama Hindu

Agama Hindu tidak memiliki seorang pendiri dan tidak berpedoman pada satu kitab suci. Meskipun demikian, ada keyakinan yang kerap dijumpai dalam berbagai tradisi Hindu.

Perihal yang umum dijumpai dalam berbagai keyakinan masyarakat Hindu—namun tidak untuk terbatas pada beberapa hal tersebut—meliputi kepercayaan akan zat Yang Mahakuasa (dapat disebut sebagai IswaraAwataraDewataBatara, dan lain-lain), darma (etika/kewajiban), samsara (siklus kelahiran, kehidupan, kematian, dan kelahiran kembali yang berulang-ulang), karma (sebab dan akibat), moksa (kebebasan dari samsara), dan berbagai yoga (jalan atau praktik spiritual).

Konsep ke-Tuhanan

  • Agama Hindu memiliki konsep Nirguna-brahman (esensi alam semesta; realitas sejati; atau Tuhan impersonal), sementara sebagian mazhab menganut konsep Saguna-brahman (zat ilahi yang berkepribadian; Tuhan personal yang memiliki kasih sayang), yang menyebut Tuhan dengan nama Wisnu, Siwa, atau bahkan Sakti (kualitas feminin dari Tuhan), contohnya Saraswati (gambar).

Atman dan jiwa

Diagram yang menunjukkan lapisan penyelubung atman:
• annamayakosa (lapisan badan kasar yang mengandung daging dan kulit)
• pranamayakosa (lapisan tenaga kehidupan)
• manomayakosa (lapisan pikiran atau indra yang menerima rangsangan)
• wijanamayakosa (lapisan nalar, akal budi, atau kecerdasan)
• anandamayakosa (lapisan kebahagiaan atau tubuh kausal)

Para dewa dan awatara

Lukisan dari akhir abad ke-18, menggambarkan tiga dewa utama Hinduisme—Brahma, Wisnu, dan Siwa—beserta sakti (pasangan) masing-masing. Sumber foto: Wikimedia Commons

Lukisan dari akhir abad ke-18, menggambarkan tiga dewa utama Hinduisme—Brahma, Wisnu, dan Siwa—beserta sakti (pasangan) masing-masing.

Umat dari berbagai sekte agama Hindu memuja dewa-dewi tertentu yang tak terhitung banyaknya dan mengikuti aneka upacara untuk memuja dewa-dewi tersebut. Karena merupakan agama Hindu, maka para penganutnya memandang kekayaan tradisi tersebut sebagai ungkapan dari suatu realitas yang kekal. Dewa-dewi yang memanggul senjata dipahami oleh umatnya sebagai simbol-simbol dari suatu realitas sejati yang tunggal.

— Brandon Toropov & Luke Buckles, The Complete Idiot’s Guide to World Religions.

Karma dan reinkarnasi

Dua sadu di Kuil Pahupatinatha, Nepal.

  • Sadu adalah istilah bagi kaum yogi yang sedang menempuh Rajayoga, yaitu jalan pengendalian pikiran, demi melepaskan diri dari belenggu duniawi sehingga dapat mencapai kesadaran spiritual tingkat tinggi atau bahkan moksa.

Tujuan hidup manusia

Filsafat Hindu klasik mengakui empat hal yang harus dipenuhi sebagai tujuan hidup manusia—sebagaimana dijabarkan di bawah ini—yang disebut purusarta:

Jalan menuju Tuhan

Karmayoga
Bhaktiyoga
Jnanayoga
Rajayoga
Empat jalan spiritualitas (caturmarga) dalam agama Hindu. Setiap jalan menyediakan cara yang berbeda untuk mencapai moksa.

Pustaka Suci Agama Hindu

Menurut tokoh spiritual Hindu Swami Vivekananda, agama Hindu berdasarkan kepada himpunan pedoman spiritual yang ditemukan oleh orang yang berbeda-beda pada zaman yang berbeda-beda.

Selama berabad-abad, pedoman itu diwariskan secara lisan dalam bentuk syair agar dapat dihafalkan, sampai akhirnya dituliskan. Selama berabad-abad, para resi menyaring ajaran tersebut dan memperluas dalil-dalilnya. Pada masa setelah Periode Weda dan menurut keyakinan Hindu masa kini, banyak pustaka Hindu tidak untuk ditafsirkan secara harfiah. Yang diutamakan adalah etika dan makna metaforis yang terkandung di dalamnya.

Di antara pustaka suci tersebut, Weda merupakan yang paling tua, yang diikuti dengan Upanishad sebagai susastra dasar yang sangat penting dalam mempelajari filsafat Hindu. Sastra lainnya yang menjadi landasan penting dalam ajaran Hindu adalah TantraAgamaPurana, serta dua wiracarita, yaitu Ramayana dan MahabharataBhagawadgita adalah ajaran yang dimuat dalam Mahabharata, merupakan susastra yang dipelajari secara luas, yang sering disebut sebagai intisari Weda. Banyak pustaka Hindu yang ditulis dalam bahasa Sanskerta. Pustaka-pustaka tersebut digolongkan menjadi dua kelas: Sruti dan Smerti.

Sruti

Regweda adalah salah satu kitab suci tertua di dunia. Naskah Regwedadalam foto ini ditulis dengan aksara Dewanagari.

Smerti

Sejarah

Periodisasi

James Mill (1773–1836), dalam bukunya The History of British India (1817), membagi sejarah India menjadi tiga tahap, yaitu peradaban Hindu, Muslim, dan Britania.

Periodisasi ini menuai kritik karena kesalahpahaman yang ditimbulkannya. Periodisasi lainnya memilah-milah menjadi periode kuno, klasik, pertengahan, dan modern.

Smart dan Michaels tampaknya mengikuti periodisasi menurut Mill, sedangkan Flood dan Muesse mengikuti periodisasi yang terbagi menjadi periode kuno, klasik, pertengahan, dan modern.

Periode-periode yang berbeda ditentukan sebagai masa Hinduisme Klasik:

Smart Michaels Muesse Flood
Umum Detail
Peradaban Lembah Sungai Indus
dan
Periode Weda
(kr. 3000 – 1000 SM)
Agama-Agama Pra-Weda
(prasejarah – kr. 1750 SM)
Peradaban Lembah Sungai Indus
(3300 – 1400 SM)
Peradaban Lembah Sungai Indus
(kr. 2500 – 1500 SM)
Agama Weda Kuno
(kr. 1750 – 500 SM)
Periode Weda Awal
(kr. 1750 – 1200 SM)
Periode Weda
(1600 – 800 SM)
Periode Weda
(kr. 1500 – 500 SM)
Periode Weda Pertengahan
(dari 1200 SM)
Periode Praklasik
(kr. 1000 SM – 100 M)
Periode Weda Akhir
(dari 850 SM)
Periode Klasik
(800 – 200 SM)
Reformisme Asketis
(kr. 500 – 200 SM)
Periode Epos dan Purana
(kr. 500 SM – 500 M)
Hinduisme Klasik
(kr. 200 SM – 1100 M)
Hinduisme Praklasik
(kr. 200 SM – 300 M)
Periode Epos dan Purana
(200 SM – 500 M)
Periode Klasik
(kr. 100 M – 1000 M)
“Zaman Kejayaan”
(Kemaharajaan Gupta)
(kr. 320 – 650 M)
Hinduisme-Klasik Akhir
(kr. 650 – 1100 M)
Periode-Purana Pertengahan dan Akhir
(500 – 1500 M)
Periode-Purana Pertengahan dan Akhir
(500 – 1500 M)
Peradaban Hindu-Islam
(kr. 1000 – 1750 M)
Penaklukan Muslim dan
Kemunculan Sekte-Sekte Hinduisme
(kr. 1100 – 1850 M)
Abad Modern
(1500 – kini)
Abad Modern
(kr. 1500 – kini)
Periode Modern
(kr. 1750 – kini)
Hinduisme Modern
(sejak kr. 1850)

Agama-Agama Pra-Weda

Artefak yang disebut cap Shiva-pashupati (Siwa sang penguasa satwa), berasal dari masa Peradaban Lembah Sungai Indus.

Ras manusia pertama yang menduduki India (kr. 40.000–60.000 tahun yang lalu, saat periode Paleolitik) adalah Australoid yang mungkin memiliki hubungan dengan penduduk asli Australia. Ada dugaan bahwa ras tersebut hampir punah atau terdesak oleh gelombang migrasi pada masa berikutnya.

Setelah pendudukan oleh Australoid, maka ras Kaukasoid (meliputi bangsa Elamo-Dravida [kr. 4000 hingga 6000 SM] dan Indo-Arya [kr. 2000 hingga 1500 SM]) dan Mongoloid (Sino-Tibet) bermigrasi ke India. Bangsa Elamo-Dravida ada kemungkinan berasal dari Elam, kini merupakan wilayah Iran.

Agama prasejarah tertua di India—yang mungkin meninggalkan jejaknya pada agama Hindu berasal dari zaman mesolitik dan neolitik. Beberapa agama suku di India masih bertahan, mendahului dominansi agama Hindu, namun tidak harus dianggap bahwa ada banyak kemiripan antara masyarakat suku pada zaman prasejarah dengan masa kini.

Menurut antropolog Gregory Possehl, peradaban lembah sungai Indus (2600–1900 SM) mengandung titik pangkal yang logis, atau mungkin arbitrer, bagi beberapa aspek pada tradisi Hindu di kemudian hari. Agama pada masa tersebut mengandung pemujaan kepada Dewa Yang Mahakuasa, yang dibandingkan oleh beberapa ahli (terutama John Marshall) sebagai proto-Siwa, dan mungkin sesosok Ibu Dewi, yang mendasari figur Sakti. Praktik-praktik lain dari zaman peradaban lembah sungai Indus yang berlanjut ke periode Weda meliputi pemujaan kepada air dan api. Akan tetapi, hubungan antara dewa-dewi dan praktik agama lembah sungai Indus dengan agama Hindu masa kini telah menjadi subjek perselisihan politis serta perdebatan para ahli.

Periode Weda

Peta dataran subur India Utara.

Reformisme Asketis

Mahavira
Siddhartha Gautama
Dua tokoh terkemuka dari golongan Sramana, tradisi yang tidak mengakui kewenangan sastra Weda. Di kemudian hari, Mahavira menjadi figur utama dalam Jainisme, sedangkan Siddhartha Gautama dalam Buddhisme.

Jainisme tidak berasal dari sumber-sumber [budaya] Brahman-Arya, tetapi mencerminkan kosmologi dan antropologi masyarakat kuno pra-Arya golongan atas [yang tinggal] di India bagian timur laut – dengan berpangkal pada dasar-dasar yang sama tentang spekulasi metafisis kuno seperti Yoga, Sankhya, dan Buddhisme, yaitu ajaran-ajaran India lainnya yang tidak berbasis Weda.

Hinduisme Klasik

Para Brahmanis tampaknya bergiat untuk memperluas perkembangan [agamanya] sebagai maksud untuk menghadapi gempuran aliran-aliran yang lebih heterodoks. Pada saat yang sama, di kalangan agama-agama pribumi yang ada, kesetiaan terhadap kewenangan sastra Weda telah memberikan suatu tali persatuan yang tipis—namun begitu signifikan—di antara kemajemukan dewa-dewi dan praktik keagamaan [yang ada].

Candi Dashavatara di Deogarh, negara bagian Uttar Pradesh, India. Candi ini dibangun pada abad ke-6, era Dinasti Gupta.

Lukisan Kresna sebagai Gowindaatau “pelindung para sapi”, dari abad ke-19.

Beberapa inkarnasi Wisnu seperti Matsya, Kurma, Waraha, dan bahkan Narasinga membantu pemaduan simbol-simbol totem populer dan mitos penciptaan, khususnya yang berkaitan dengan babi hutan, yang umumnya meresapi mitologi [masyarakat] prapustaka, sedangkan [inkarnasi] lainnya seperti Kresna dan Balarama menjadi alat untuk mengasimilasi kultus dan mitos lokal yang berpusat pada dewa-dewa pedesaan dan pertanian.

Kehadiran Islam dan sekte Hindu

Reruntuhan Candi Somnath pada tahun 1869. Candi ini pernah didirikan dan dihancurkan berkali-kali selama periode penaklukan muslim di India, sampai akhirnya dipugar pada tahun 1951.

Hinduisme masa kini

Pranata

Caturwarna

Sekelompok pendeta Hindu suku Tengger, Jawa Timur. Foto dari tahun 1910-an.

Masyarakat Hindu dikategorikan menjadi empat kelas, disebut warna, yaitu sebagai berikut:

Kitab Bhagawadgita menghubungkan warna dengan kewajiban seseorang (swadharma), pembawaan (swabhāwa), dan kecenderungan alamiah (guṇa). Berdasarkan pengertian warna menurut Bhagawadgita, tokoh spiritual Hindu Sri Aurobindo membuat doktrin bahwa pekerjaan seseorang semestinya ditentukan oleh bakat dan kapasitas alaminya. Dalam kitab Manusmerti terdapat pengelompokan kasta-kasta yang berbeda.

Mobilitas dan fleksibitas dalam warna menampik dugaan diskriminasi sosial dalam sistem kasta, sebagaimana yang dikemukakan oleh beberapa sosiolog, meskipun beberapa ahli tidak sependapat. Para ahli memperdebatkan apakah sistem kasta merupakan bagian dari Hinduisme yang diatur oleh kitab suci, ataukah sekadar adat masyarakat. Berbagai ahli berpendapat bahwa sistem kasta dibangun oleh rezim kolonial Britania. Menurut guru rohani Hindu Sri Ramakrishna (1836–1886):

Para pencinta Tuhan tidak tergolong dalam kasta tertentu … Seorang brahmana tanpa cinta pada Tuhan bukanlah brahmana lagi. Dan seorang paria tanpa cinta pada Tuhan bukanlah paria lagi. Melalui bhakti (pengabdian kepada Tuhan), seorang hina dina dapat menjadi suci dan derajatnya pun meningkat.

Menurut sastra Wedanta, orang yang berada di luar warna disebut “warnatita“. Para ahli seperti Adi Sankara menegaskan bahwa tidak hanya Brahman yang melampaui seluruh warna, namun seseorang yang dapat bersatu dengan-Nya juga dapat melampaui seluruh perbedaan dan pembatasan kasta-kasta.

Jenjang kehidupan

Upacara pernikahan umat Hindu menurut adat di Orissa, India.

Praktik Keagamaan Agama Hindu

Praktik keagamaan Hindu biasanya bertujuan untuk mencari kesadaran akan Tuhan, dan kadangkala mencari anugerah dari para dewa. Maka dari itu, ada beragam praktik keagamaan dalam tubuh Hinduisme yang dimaksudkan untuk membantu seseorang dalam upaya memahami Tuhan dalam kehidupan sehari-hari.

Persembahyangan

Seorang praktisi Bhaktiyoga sedang bermeditasi.

Upacara

Upacara choroonu (nama lain dari annaprashan) di Kerala.

Ahimsa

Mahatma Gandhi adalah tokoh Hindu dari India yang memilih untuk menerapkan praktik ahimsa dalam upaya menentang pemerintah kolonial Inggris pada masa Gerakan Kemerdekaan India.

“Jika hewan yang dikurbankan dalam ritus Jyotistoma akan segera mencapai surga, mengapa si pelaksana tidak segera mengurbankan ayahnya saja?”

“Ini adalah titah dari orang yang disayangi para dewa, Raja Piyadasi. Tindak pembunuhan kepada hewan tidak boleh dilakukan untuk seterusnya.”

Vegetarianisme

Masakan vegetarian khas India Utara yang disajikan di suatu restoran di Tokyo, Jepang.

Pertapaan

Tiga petapa Hindu di Lapangan Durbar, Kathmandu.

Tempat Suci Untuk Agama Hindu

Simbolisme Agama Hindu

Dalam agama Hindu ada aturan tentang simbolisme dan ikonografi untuk ditampilkan dalam karya seni, arsitektur, dan pustaka yang disakralkan. Makna simbol-simbol tersebut dicantumkan dalam kitab suci, mitologi, serta tradisi masyarakat.

Suku kata om (yang melambangkan Parabrahman) dan swastika (yang melambangkan keberuntungan) telah berkembang (dalam sejarahnya) sebagai lambang bagi agama Hindu, sedangkan petanda lainnya seperti tilaka memberi ciri mengenai aliran atau kepercayaan yang dianut. Umat Hindu juga menyangkutpautkan beberapa simbol—meliputi bunga teratai (padma), cakra, dan veena—dengan dewa-dewi tertentu.


Bacaan Lainnya

Unduh / Download Aplikasi HP Pinter Pandai

Respons “Ooo begitu ya…” akan lebih sering terdengar jika Anda mengunduh aplikasi kita!

Siapa bilang mau pintar harus bayar? Aplikasi Ilmu pengetahuan dan informasi yang membuat Anda menjadi lebih smart!

Sumber bacaan: CleverlySmart, WikipediaAdvaitaashrama.org

Pinter Pandai “Bersama-Sama Berbagi Ilmu”
Quiz | Matematika | IPA | Geografi & Sejarah | Info Unik | Lainnya | Business & Marketing

Exit mobile version