2 Mei Hari Pendidikan Nasional – Ki Hadjar Dewantara, Pahlawan Nasional Indonesia

2 min read

2 Mei Hari Pendidikan Nasional - Ki Hadjar Dewantara

Ki Hadjar Dewantara

Raden Mas Soewardi Soerjaningrat atau Ki Hadjar Dewantara adalah aktivis pergerakan kemerdekaan Indonesia, kolumnis, politisi dan sebagai pelopor pendidikan bagi bagi bangsa Indonesia pada zaman penjajahan Belanda.

Lahir 2 Mei 1889, Yogyakarta, Jawa, Hindia Belanda [sekarang Indonesia] – meninggal pada tanggal 26 April 1959, Yogyakarta), Pendiri sistem sekolah Taman Siswa”, sebuah jaringan sekolah yang berpengaruh dan tersebar luas yang mendorong modernisasi namun juga mempromosikan budaya asli Indonesia.

Baca juga: Keraton di Indonesia | Kasepuhan Cirebon, Kasunanan Surakarta Hadiningrat | Solo, Keraton Yogyakarta, Mataram Islam

Ki Hadjar Dewantara lahir di keluarga bangsawan Yogyakarta dan pada saat itu bersekolah kedokteran yang disponsori Belanda, namun gagal menyelesaikan kursus. Aktif dalam perjuangan nasionalis, dia termasuk dalam sebuah faksi yang menyukai tindakan langsung dan penggunaan metode Barat untuk menghancurkan kekuatan.

Dia adalah penduduk asli Hindia Belanda pertama yang secara resmi menggunakan nama “Indonesia”, yang diciptakan pada tahun 1850 oleh navigator dan ahli bahasa Inggris George Windsor Earl dan pengacara dan jurnalis Skotlandia James Richardson Logan.

Saat menjadi jurnalis di Belanda, pada tahun 1913 ia mendirikan Pers-biro Indonesia atau “Kantor Berita Indonesia” di sana. Penggunaan nama “Indonesia” nantinya akan menjadi standar bagi pergerakan nasional.

HARDIKNAS (Hari Pendidikan Nasional)

Hari Pendidikan Nasional diperingati setiap tahunnya pada tanggal 2 Mei, bertepatan dengan hari ulang tahun Ki Hadjar Dewantara, pahlawan nasional yang dihormati sebagai bapak pendidikan nasional di Indonesia.

Bapak Ki Hadjar Dewantara lahir dari keluarga kaya Indonesia selama era kolonialisme Belanda, ia dikenal karena berani menentang kebijakan pendidikan pemerintah Hindia Belanda pada masa itu, yang hanya memperbolehkan anak-anak kelahiran Belanda atau orang kaya yang bisa mengenyam bangku pendidikan.

Hari nasional ini ditetapkan melalui Keppres No. 316 Tahun 1959 tanggal 16 Desember 1959.

Berikan dahulu rakyat yang tertindas itu kemerdekaan, baru sesudah itu kita memperingati kemerdekaan kita sendiri.

Als ik Nederlander was (Sekiranya aku orang Belanda), Koran De Expres, 13 Juli 1913

Semboyan Ki Hadjar Dewantara

  • Ing ngarso sung tulodo (di depan memberi contoh).
  • Ing madyo mangun karso, (di tengah memberi semangat).
  • Tut Wuri Handayani, (di belakang memberi dorongan).

Sistem Sekolah Taman Siswa

Taman Siswa sangat menekankan pendidikan rasa kebangsaan kepada peserta didik agar mereka mencintai bangsa dan tanah air dan berjuang untuk memperoleh kemerdekaan.

Di tengah keseriusannya mencurahkan perhatian dalam dunia pendidikan di Taman Siswa, ia juga tetap rajin menulis. Tema adalah pendidikan dan kebudayaan berwawasan kebangsaan. Tulisannya berjumlah ratusan buah. Melalui tulisan-tulisan itulah, ia berhasil meletakkan dasar-dasar pendidikan nasional bagi bangsa Indonesia.

Pernikahan Ki Hadjar Dewantara

Pada tahun 1913, Ki Hadjar Dewantara kemudian mempersunting seorang wanita keturunan bangsawan yang bernama Raden Ajeng Sutartinah yang merupakan putri Paku Alama, Yogyakarta.

Dari pernikahannya dengan R.A Sutartinah, Ki Hadjar Dewantara kemudian dikaruniai dua orang anak bernama Ni Sutapi Asti dan Ki Subroto Haryomataram.

Buku Pusara (1940)

Konsep ini sama dengan buah pikiran Ki Hadjar Dewantara dalam buku “Pusara” (1940) yang menyatakan:

“Jangan menyeragamkan hal-hal yang tidak perlu atau tidak bisa diseragamkan. Perbedaan bakat dan keadaan hidup anak dan masyarakat yang satu dengan yang lain harus menjadi perhatian dan diakomodasi”.

Masih merujuk pada buku yang sama, Pusara (1940), terlihat kesamaan lain konsep pendidikan Finlandia dengan Ki Hadjar Dewantara. Pemerintah Finlandia yang menekankan pengaruh besar kesetaraan pada kinerja pendidikan rasanya akan “mengangguk” dengan pernyataan Ki Hadjar Dewantara berikut ini: “Rakyat perlu diberi hak dan kesempatan yang sama untuk mendapat pendidikan berkualitas sesuai kepentingan hidup kebudayaan dan kepentingan hidup kemasyarakatannya.” [1]

National Indische Partij

Indische Partij (Partai Hindia) adalah partai politik pertama di Hindia Belanda, berdiri tanggal 25 Desember 1912. Didirikan oleh tiga serangkai, yaitu E.F.E. Douwes Dekker, Tjipto Mangunkusumo dan Ki Hadjar Dewantara yang merupakan organisasi orang-orang Indonesia dan Eropa di Indonesia. Hal ini disebabkan adanya keganjilan-keganjilan yang terjadi (diskriminasi) khususnya antara keturunan Belanda dengan orang Indonesia.

Indische Partij sebagai organisasi campuran menginginkan adanya kerja sama orang Indonesia dan bumi putera. Hal ini disadari benar karena jumlah orang Indonesia sangat sedikit, maka diperlukan kerja sama dengan orang bumi putera agar kedudukan organisasinya makin bertambah kuat.

Indische Partij, yang berdasarkan golongan “Indo” yang makmur, merupakan partai pertama yang menuntut kemerdekaan Indonesia.

Partai ini berusaha didaftarkan status badan hukumnya pada pemerintah kolonial Hindia Belanda tetapi ditolak pada tanggal 11 Maret 1913, penolakan dikeluarkan oleh Gubernur Jendral Idenburg sebagai wakil pemerintah Belanda di negara jajahan. Alasan penolakkannya adalah karena organisasi ini dianggap oleh kolonial saat itu dapat membangkitkan rasa nasionalisme rakyat dan bergerak dalam sebuah kesatuan untuk menentang pemerintah kolonial Belanda.

Pada tahun 1913 partai ini dilarang karena tuntutan kemerdekaan itu, dan sebagian besar anggotanya berkumpul lagi dalam Serikat Insulinde dan Comite Boemi Poetera.Akhirnya pun organisasi ini tenggelam karena tidak adanya pemimpin seperti 3 serangkai yang sebelumnya. [2]

Bacaan Lainnya

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *