21 Mei Hari Peringatan Reformasi – Sejarah, Munculnya Reformasi Indonesia 1998

3 min read

Hari peringatan reformasi

21 Mei: Hari Peringatan Reformasi

Tepat pada hari Kamis, 21 Mei 1998 telah menjadi puncak pendakian panjang para pejuang Reformasi Indonesia. Ditandai oleh pengunduran diri Presiden Soeharto, demonstran yang padat merayap menduduki Gedung MPR/DPR bersorak sorai merayakan ujung penantian panjang.

Peristiwa ini dipicu oleh krisis moneter yang ditandai dengan turunnya kurs rupiah dari sekitar Rp 2.000 per dolar AS turun menjadi Rp 17.000 per dolar AS. Ribuan mahasiswa menguasai gedung DPR-RI menuntut Presiden Suharto mundur. Setelah Suharto mundur terjadi kerusuhan massa bernuansa etnis di Jakarta dan merebak ke beberapa daerah di Indonesia. Kerusuhan ini dipicu insiden Trisakti di mana 4 orang mahasiswa Universitas Trisakti ditembak oleh aparat yang waktu itu berjaga diatas jembatan flyover. Indonesia kini masih banyak hal yang harus diperbaiki bangsa ini, antara lain korupsi yang merajalela. Semoga Indonesia menemukan pemimpinnya, hingga Reformasi Indonesia tidak lagi tak bertuan.

Baca juga ? Mei 1998 – Kerusuhan Rasial Terhadap Etnis Tionghoa di Indonesia

Bagaimana kehidupan ekonomi masyarakat indonesia sejak reformasi hingga sekarang ini?

Perekonomian mengalami kemerosotan dan masalah sosial semakin menumpuk. Kondisi dan situasi seperti ini mengundang keprihatinan rakyat. Mamasuki bulan Mei 1998, para mahasiswa dari berbagai daerah mulai bergerak menggelar demonstrasi dan aksi keprihatinan yang menuntut turunnya Soeharto dari kursi kepresidenannya.

Sekarang sudah mulai berubah dan meningkat, tapi kemiskinan masih ada saat ini.

Kehidupan ekonomi Indonesia selalu mengalami pasang surut, namun secara keseluruhan dari reformasi hingga saat ini perekonomian semakin membaik, tingkat investasi juga semakin meningkat, dan pendapatan nasional juga meningkat, ini sebagai bukti bahwa masyarakat Indonesia semakin maju.

Hari peringatan reformasi
21 Mei: Hari Peringatan Reformasi – Sejarah, Munculnya Reformasi Indonesia 1998. Ilustrasi dan sumber foto: Wallpaper Flare

Ex Presiden Suharto turun dari jabatannya pada Mei 1998, peristiwa ini menandai awal dari sebuah era baru

Waktu ex Presiden Suharto turun dari jabatannya pada Mei 1998, peristiwa ini menandai awal dari sebuah era baru dalam sejarah Indonesia. Setelah dikuasai oleh rezim otoriter Orde Baru Suharto selama lebih dari tiga dekade, Indonesia memulai fase baru yang dikenal sebagai Reformasi. Era ini dipandang sebagai awal periode demokrasi dengan perpolitikan yang terbuka dan liberal. Dalam era baru ini, otonomi yang luas kemudian diberikan kepada daerah dan tidak lagi dikuasai sepenuhnya oleh Pemerintah Pusat (desentralisasi). Dasar dari transisi ini dirumuskan dalam UU yang disetujui parlemen dan disahkan Presiden Indonesia di tahun 1999 yang menyerukan transfer kekuasaan pemerintahan dari Pemerintah Pusat ke pemerintah-pemerintah daerah.

Baca juga ? Suharto Berkuasa- Soeharto mengambil kekuasaan penuh di Indonesia

Reformasi dan jatuhnya Suharto

Munculnya reformasi
Pada akhir era Soeharto, ia menghadapi situasi yang sama dibandingkan dengan era Soekarno. Terjadinya krisis keuangan Asia pada akhir 1990-an dimanfaatkan oleh masyarakat Indonesia untuk mendesak transformasi politik nasional. Rezim Suharto dipandang sebagai otoriter dan tidak demokratis dan harus digantikan oleh pemerintahan demokratis baru. Selain itu, bangkitnya globalisasi setelah berakhirnya Perang Dingin telah sangat mempengaruhi skenario ini. Rezim Suharto mendesak untuk menerapkan pemerintahan yang bersih, memberantas korupsi, kolusi, dan nepotisme.

Tiga masalah politik yaitu korupsi, kolusi, dan nepotisme menjadi slogan populer dalam demonstrasi massa dan menjadi tantangan nyata bagi pemerintahan Suharto. Fenomena ini dianggap cukup dapat diterima dan telah membuktikan apa yang dibayangkan Samuel Huntington tentang “gelombang ketiga demokratisasi” (Cabarello-Anthony 2005) setelah berakhirnya Perang Dingin.

Munculnya reformasi

Munculnya reformasi dimulai dengan terjadinya krisis keuangan Asia pada tahun 1997 yang menyebabkan naiknya harga kebutuhan pokok. Demonstrasi dan gerakan sosial muncul. Upaya pemerintah untuk mengatasi krisis tidak lagi berhasil. Ketegangan meningkat antara demonstran dan pasukan keamanan karena tanggapan politik dari Soeharto memberi perlahan. Situasi memburuk setelah pasukan keamanan Indonesia mengambil tindakan ofensif untuk menangani para demonstran dan tingkat kekerasan meningkat.

Jakarta sebagai pusat gerakan reformasi menjadi tempat yang penuh kekerasan dan ada banyak penjarahan dan perusakan fasilitas umum. Itu mencapai puncaknya pada 12 Mei 1998 ketika Suharto memutuskan untuk mundur dan digantikan oleh Wakil Presidennya, BJ Habibie. Sebelumnya, di kampus Universitas Trisakti di Jakarta, pasukan keamanan telah menyerang demonstran dan beberapa dari mereka terbunuh yaitu, Elang Mulya, Hafidin Royan, Sie Hendriawan, Hery Hartanto. Sementara kerusuhan di Yogyakarta, Moses Gatotkaca, seorang pekerja meninggal pada 8 Mei 1998 (Semanggi Peduli 2001-2003a) c. Beberapa orang hilang, yang lain ditangkap atau dibunuh, karena Suharto terus menggunakan aksi militer untuk menghadapi demonstrasi. Kira-kira, lima belas demonstran telah hilang selama 1997 hingga 2001 dan sampai saat ini keberadaan mereka masih dipertanyakan.

Munculnya reformasi di tingkat pemerintah

Di tingkat pemerintah, BJ Habibie sebagai penerus Suharto harus menyelesaikan beberapa tugas seperti mengakhiri dwi fungsi ABRI (Angkatan Bersenjata Republik Indonesia) (fungsi ganda ABRI). Wi fungsi berarti bahwa peran Tentara Nasional Indonesia tidak hanya dalam masalah keamanan tetapi juga dalam arena politik dan bisnis. Wi fungsi adalah strategi Suharto untuk mengamankan kekuasaannya di parlemen melalui komite Kepolisian Republik Indonesia (Fraksi TNI / POLRI). BJ Habibie mendesak untuk segera menyelenggarakan pemilihan umum yang demokratis untuk membentuk pemerintahan demokratis yang baru. Selain itu, ia harus mengatur beberapa kebijakan penting seperti reformasi media massa dan mendesak untuk membebaskan beberapa tahanan politik di era Soeharto di mana banyak di antara mereka telah dipenjara sejak kudeta 1965 (Habibie 2006).

Sebenarnya, masalah demokratisasi menjadi tantangan bagi Soeharto karena reformasi itu sendiri didukung oleh AS. Bagi AS, Indonesia harus melakukan reformasi dan menjadi negara yang lebih demokratis agar sesuai dengan situasi regional.

Bacaan Lainnya

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *