Sejarah Jakarta – Dari Tahun 397 Sampai Sekarang

6 min read

Sejarah Jakarta

Sejarah Jakarta

Nama Jakarta dahulu pernah dikenal dengan nama:

  • Sunda Kelapa (sebelum 1527)
  • Jayakarta (1527 – 1619)
  • Batavia/Batauia, atau Jaccatra (1619-1942)
  • Jakarta Toko Betsu Shi (1942-1945)
  • Djakarta (1945-1972)


Peta Batavia (sekarang Jakarta) pada tahun 1888
Peta Batavia (sekarang Jakarta) pada tahun 1888.

 

Sejarah Jakarta

Sunda Kelapa (397–1527)

Jakarta pertama kali dikenal sebagai salah satu pelabuhan Kerajaan Sunda yang bernama Sunda Kalapa, berlokasi di muara Sungai Ciliwung. Ibu kota Kerajaan Sunda yang dikenal sebagai Dayeuh Pakuan Padjadjaran atau Pajajaran (sekarang Bogor) dapat ditempuh dari pelabuhan Sunda Kalapa selama dua hari perjalanan. Menurut sumber Portugis, Sunda Kalapa merupakan salah satu pelabuhan yang dimiliki Kerajaan Sunda selain pelabuhan Banten, Pontang, Cigede, Tamgara dan Cimanuk.

Kalapa

Sunda Kalapa yang dalam teks ini disebut Kalapa dianggap pelabuhan yang terpenting karena dapat ditempuh dari ibu kota kerajaan yang disebut dengan nama Dayo (dalam bahasa Sunda modern: dayeuhyang berarti “ibu kota”) dalam tempo dua hari. Kerajaan Sunda sendiri merupakan kelanjutan dari Kerajaan Tarumanagara pada abad ke-5 sehingga pelabuhan ini diperkirakan telah ada sejak abad ke-5 dan diperkirakan merupakan ibu kota Tarumanagara yang disebut Sundapura.

Pada abad ke-12, pelabuhan ini dikenal sebagai pelabuhan lada yang sibuk. Kapal-kapal asing yang berasal dari Cina, Jepang, India Selatan, dan Timur Tengah sudah berlabuh di pelabuhan ini membawa barang-barang seperti porselen, kopi, sutra, kain, wangi-wangian, kuda, anggur, dan zat warna untuk ditukar dengan rempah-rempah yang menjadi komoditas dagang saat itu.


Jayakarta (1527–1619)

Prasasti Perjanjian Sunda-Portugal di Museum Nasional, Jakarta

Bangsa Portugis (Bangsa Eropa) pertama yang datang ke Jakarta.

Pada abad ke-16, Surawisesa, raja Sunda meminta bantuan Portugis yang ada di Malaka untuk mendirikan benteng di Sunda Kelapa sebagai perlindungan dari kemungkinan serangan Cirebon yang akan memisahkan diri dari Kerajaan Sunda. Upaya permintaan bantuan Surawisesa kepada Portugis di Malaka tersebut diabadikan oleh orang Sunda dalam cerita pantun seloka Mundinglaya Dikusumah, di mana Surawisesa diselokakan dengan nama gelarnya yaitu Mundinglaya. Namun sebelum pendirian benteng tersebut terlaksana, Cirebon yang dibantu Demak langsung menyerang pelabuhan tersebut. Orang Sunda menyebut peristiwa ini tragedi, karena penyerangan tersebut membungihanguskan kota pelabuhan tersebut dan membunuh banyak rakyat Sunda di sana termasuk syahbandar pelabuhan.

Penetapan hari jadi Jakarta

Penetapan hari jadi Jakarta tanggal 22 Juni oleh Sudiro, wali kota Jakarta, pada tahun 1956 adalah berdasarkan tragedi pendudukan pelabuhan Sunda Kalapa oleh Fatahillah pada tahun 1527. Fatahillah mengganti nama kota tersebut menjadi Jayakarta yang berarti “kota kemenangan”. Selanjutnya Sunan Gunung Jati dari Kesultanan Cirebon, menyerahkan pemerintahan di Jayakarta kepada putranya yaitu Maulana Hasanuddin dari Banten yang menjadi sultan di Kesultanan Banten.


Batavia (1619–1942)


Pasukan Pangeran Jayakartamenyerahkan tawanan Belanda kepada Pangeran Jayakarta.


Bekas gedung stadhuis atau balai kota Batavia. Bangunan ini sekarang menjadi Museum Sejarah Jakarta.

Pada tanggal 9 Oktober 1740, terjadi kerusuhan di Batavia dengan terbunuhnya 5.000 orang Tionghoa. Dengan terjadinya kerusuhan ini, banyak orang Tionghoa yang lari ke luar kota dan melakukan perlawanan terhadap Belanda. Dengan selesainya Koningsplein (Gambir) pada tahun 1818, Batavia berkembang ke arah selatan. Tanggal 1 April 1905 di Ibukota Batavia dibentuk dua kotapraja atau gemeente, yakni Gemeente Batavia dan Meester Cornelis. Tahun 1920, Belanda membangun kota taman Menteng, dan wilayah ini menjadi tempat baru bagi petinggi Belanda menggantikan Molenvliet di utara. Pada tahun 1935, Batavia dan Meester Cornelis (Jatinegara) telah terintegrasi menjadi sebuah wilayah Jakarta Raya.

Pada 1 Januari 1926 pemerintah Hindia Belanda mengeluarkan peraturan untuk pembaharuan sistem desentralisasi dan dekonsentrasi yang lebih luas. Di Pulau Jawa dibentuk pemerintahan otonom provinsi. Provincie West Java adalah provinsi pertama yang dibentuk di wilayah Jawa yang diresmikan dengan surat keputusan tanggal 1 Januari 1926, dan diundangkan dalam Staatsblad (Lembaran Negara) 1926 No. 326, 1928 No. 27 jo No. 28, 1928 No. 438, dan 1932 No. 507. Batavia menjadi salah satu keresidenan dalam Provincie West Java disamping Banten, Buitenzorg (Bogor), Priangan, dan Cirebon.


Jakarta (1942–sekarang)

Jakarta (ジャカルタ特別市, Jakaruta Tokubetsu Shi) (1942–1945)

Pendudukan oleh Jepang dimulai pada tahun 1942 dan mengganti nama Batavia menjadi Djakarta untuk menarik hati penduduk pada Perang Dunia II. Kota ini juga merupakan tempat dilangsungkannya Proklamasi Kemerdekaan Republik Indonesia pada 17 Agustus 1945 dan diduduki Belanda sampai pengakuan kedaulatan tahun 1949.

 

Jakarta (1945-sekarang)

Sebelum tahun 1959, Djakarta merupakan bagian dari Provinsi Jawa Barat. Pada tahun 1959, status Kota Djakarta mengalami perubahan dari sebuah kotapraja di bawah wali kota ditingkatkan menjadi daerah tingkat satu (Dati I) yang dipimpin oleh gubernur. Yang menjadi gubernur pertama ialah Soemarno Sosroatmodjo, seorang dokter tentara. Pengangkatan Gubernur DKI waktu itu dilakukan langsung oleh Presiden Sukarno. Pada tahun 1961, status Djakarta diubah dari Daerah Tingkat Satu menjadi Daerah Khusus Ibukota (DKI) dan gubernurnya tetap dijabat oleh Sumarno.

Semenjak dinyatakan sebagai ibu kota, penduduk Jakarta melonjak sangat pesat akibat kebutuhan tenaga kerja kepemerintahan yang hampir semua terpusat di Jakarta. Dalam waktu 5 tahun penduduknya berlipat lebih dari dua kali. Berbagai kantung permukiman kelas menengah baru kemudian berkembang, seperti Kebayoran Baru, Cempaka Putih, Pulo Mas, Tebet dan Pejompongan. Pusat-pusat permukiman juga banyak dibangun secara mandiri oleh berbagai kementerian dan institusi milik negara seperti Perum Perumnas.

Pemerintahan Soekarno

Pada masa pemerintahan Soekarno, Jakarta melakukan pembangunan proyek besar, antara lain Gelora Bung Karno, Masjid Istiqlal, dan Monumen Nasional. Pada masa ini pula Poros Medan Merdeka-Thamrin-Sudirman mulai dikembangkan sebagai pusat bisnis kota, menggantikan poros Medan Merdeka-Senen-Salemba-Jatinegara. Pusat permukiman besar pertama yang dibuat oleh pihak pengembang swasta adalah Pondok Indah (oleh PT Pembangunan Jaya) pada akhir dekade 1970-an di wilayah Jakarta Selatan.

Laju perkembangan penduduk ini pernah coba ditekan oleh gubernur Ali Sadikin pada awal 1970-an dengan menyatakan Jakarta sebagai “kota tertutup” bagi pendatang. Kebijakan ini tidak bisa berjalan dan dilupakan pada masa-masa kepemimpinan gubernur selanjutnya. Hingga saat ini, Jakarta masih harus bergelut dengan masalah-masalah yang terjadi akibat kepadatan penduduk, seperti banjir, kemacetan, serta kekurangan alat transportasi umum yang memadai.

Kerusuhan Jakarta 1998, pada pemerintahan Soeharto

Pada Mei 1998, terjadi kerusuhan di Jakarta yang memakan korban banyak etnis Tionghoa. Gedung MPR/DPR diduduki oleh para mahasiswa yang menginginkan reformasi. Buntut kerusuhan ini adalah turunnya Presiden Soeharto dari kursi kepresidenan.  Kerusuhan ini tidak hanya terjadi di Jakarta saja, melainkan di beberapa kota: Medan, Surakarta, Solo, Yogyakarta, Surabya, dll..


Artikel Tentang Jakarta


Bacaan Lainnya

 

Unduh / Download Aplikasi HP Pinter Pandai

Respons “Ooo begitu ya…” akan lebih sering terdengar jika Anda mengunduh aplikasi kita!

Siapa bilang mau pintar harus bayar? Aplikasi Ilmu pengetahuan dan informasi yang membuat Anda menjadi lebih smart!

 

Sumber bacaan: Portal Resmi Provinsi DKI Jakarta

    
Pinter Pandai “Bersama-Sama Berbagi Ilmu”
Quiz | Matematika | IPA | Geografi & Sejarah | Info Unik | Lainnya

 


Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *