Sejarah Nusantara – Nama Kerajaan Kristen Di Indonesia

4 min read

Kerajaan Kristen - Sejarah Nusantara

Garis waktu sejarah Indonesia

Sejarah nusantara, rangkaian peristiwa yang terjadi di kepulauan antara Benua Asia dan Benua Australia sebelum berdirinya Republik Indonesia. Rangkaian peristiwa yang terjadi di kepulauan antara Benua Asia dan Benua Australia sebelum berdirinya Republik Indonesia, termasuk berdirinya kerajaan Kristen di Indonesia

 

Prasejarah

Nusantara pada periode prasejarah mencakup suatu periode yang sangat panjang, kira-kira sejak 1,7 juta tahun yang lalu, berdasarkan temuan-temuan yang ada. Pengetahuan orang terhadap hal ini didukung oleh temuan-temuan fosil hewan dan manusia (hominid), sisa-sisa peralatan dari batu, bagian tubuh hewan, logam (besi dan perunggu), serta gerabah.

 

Larantuka menjadi kerajaan Katolik setelah berinteraksi dengan Portugis pada abad ke-16 M.

 

Putra Mahkota Lorenzo Larantuka
Putra Mahkota Lorenzo II dari Larantuka, berusia 12 tahun. Lukisan foto yang diambil tahun 1871 di Surabaya.

 

Permulaan Kerajaan Kristen di Indonesia (Nusantara)

Sebelum tahun 1600, pedagang Portugis meninggalkan Solor dan menetap di Larantuka. Para pedagang terlibat dalam konflik dengan Dominikan di Solor, karena mereka lebih tertarik dalam perdagangan daripada kristenisasi. Pada tahun 1613, Solor diduduki Belanda dan Dominikan pindah ke Larantuka juga.

Kemudian Larantuka menjadi stasiun internal untuk perdagangan kayu cendana dari Timor dan menjadi pusat perdagangan Portugis di wilayah Indonesia bagian tenggara. Larantuka bahkan menjadi tempat pengungsian bagi desertir dari Dutch East India Company (VOC).

 

Kerajaan Kristen Larantuka (1600–1904)

Berada di Nusa Nipa yang berarti Pulau Naga dalam bahasa lokal, sedangkan dalam bahasa Portugis: Cabo de Flores yang sekarang disebut sebagai Pulau Flores dan dalam buku Nāgarakṛtāgama dikatakan sebagai Galiyao yang disebut sebagai penghasil kayu cendana. Wilayah kekuasaannya mencapai Adonara, dengan raja pertama bernama Lorenzo.

 

Sejarah Nusantara
Peta Hindia Timur dan Asia Tenggara (Singapura, Kalimantan, Jawa, Sumatera, Thailand – Geografis – Kepulauan India Timur. Artis: John Pinkerton (1758–1826)

 

Reinha Rosari

Sekitar tahun 1665, Raja Ola Adobala dibaptis dengan nama Don Fransisco Ola Adobala Diaz Vieira de Godinho. Secara ritual, ia memprakarsai upacara penyerahan tongkat kerajaan berkepala emas kepada patung Tuan Ma (Bunda Maria Reinha Rosari) sebagai lambang bahwa Larantuka sepenuhnya menjadi kota Reinha (Ratu) dan para raja adalah wakil dan abdi Bunda Maria.[11] Dengan demikian menyiratkan Kerajaan Larantuka sebagai kerajaan Katolik.

Pada tanggal 8 September 1886 Raja Don Lorenzo Usineno II DVG, raja ke-10 Larantuka, menobatkan Bunda Maria sebagai Ratu Kerajaan Larantuka sehingga Larantuka sejak saat itu umum disebut “Reinha Rosari” (Ratu Rosari).

 

Ritus Seremonial

Upacara ritual pengorbanan hewan memiliki posisi yang cukup penting dan mempengaruhi berbagai struktur dan proses sosial pada bermacam lapisan sistem politik Flores Timur. Kohesi sosial dan legitimasi status sosial melalui ritus memiliki peranan khas dalam berbagai organisasi sosial-politik di Flores Timur (Graham, 1985:141). Selain dalam upacara ritual pembagian kakang, ritus juga tampak pada upacara penerimaan imigran Kroko Pukeng.

Ritus pengorbanan hewan yang pertama kali ditetapkan oleh Raja Sira Demong Pagong Molang ini dilaksanakan di setiap kampung (Lewo) oleh ‘panitia empat’ yang disebut suku raja (suku besar). (Istilah suku berasal dari kata Melayu. Istilah asli Flores Timur untuk menyebut suku adalah Ama atau Wung. Organisasi suku dalam kampung tidak sama tinggi kedudukan dan fungsinya. Pada prinsipnya, nama-nama suku ‘besar’ itu berkaitan erat dengan fungsi para kepala suku dalam upacara ritual pengorbanan hewan. Selain itu, mereka juga memangku kekuasaan duniawi ataupun yang berkaitan dengan dunia ilahi. Keempat suku itu adalah: Ama Koten, Ama Kelen, Ama Marang dan Ama Hurint.

Dalam ritus pengorbanan hewan, Ama Koten memegang kepala hewan korban. Dia adalah kepala dari ‘panitia empat’, tuan tanah, dan memegang kekuasaan dalam kampung. Ama Kelen memegang bagian belakang hewan korban. Dialah seorang yang bertugas mengurus hubungan dengan kampung-kampung lainnya dan mengatur masalah perang ataupun damai.

Ama Marang bertugas membacakan doa, menceritakan sejarah asal usul (tutu rnaring usu-asa) untuk mendapat restu (ike kwaAt) dari kekuatan leluhur. Dialah yang bertugas menjaga tatanan adat dalam kampung. Ama Hurint bertugas membunuh hewan korban, meneliti urat hati hewan korban untuk meramal suatu kejadian. Ama Hurint dan Ama Marang juga bertugas memberi nasihat atau saran bila terdapat perbedaan pendapat antara Ama Koten dan Ama Kelen, mencari jalan keluar bersama-sama dengan pemuka-pemuka atau tua-tua yang disebut Kelake.

 

Kolonialisme bangsa Eropa

  • Portugis (1512–1850)

  • VOC (1602–1800)

  • Belanda (1800–1942)

 

Munculnya Indonesia

  • Kebangkitan Nasional (1899–1942)

  • Pendudukan Jepang (1942–1945)

  • Revolusi nasional (1945–1950)

 

Republik Indonesia

  • Orde Lama (1950–1959)

  • Demokrasi Terpimpin (1959–1965)

  • Masa Transisi (1965–1966)

  • Orde Baru (1966–1998)

  • Era Reformasi (1998–sekarang)

 

Bacaan Lainnya

 

Unduh / Download Aplikasi HP Pinter Pandai

Respons “Ooo begitu ya…” akan sering terdengar jika Anda memasang applikasi kita!

Siapa bilang mau pintar harus bayar? Aplikasi Ilmu pengetahuan dan informasi yang membuat Anda menjadi lebih smart!

 

Sumber bacaan: Wikipedia

                       

Pinter Pandai “Bersama-Sama Berbagi Ilmu”
Quiz | Matematika | IPA | Geografi & Sejarah | Info Unik | Lainnya


Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *