Sejarah Kerajaan Demak di Jawa Tengah (1475–1554)

3 min read

Kerajaan Demak

Kerajaan Demak di Jawa Tengah

Adalah kerajaan Islam pertama dan terbesar di pantai utara Jawa (“Pasisir”). Menurut tradisi Jawa, Kerajaan Demak sebelumnya merupakan kadipaten dari kerajaan Majapahit, kemudian muncul sebagai kekuatan baru mewarisi legitimasi dari kebesaran Majapahit.
Raja pertama: Raden Patah (Sultan Bintoro)
Raja terakhir: Sultan Trenggono

Kerajaan ini terletak di tepi laut, spesifiknya di antara pelabuhan Bergota (pada masa itu merupakan pelabuhan dari kerajaan Mataram Kuno dan Jepara) sehingga menjadi tempat persinggahan kapal-kapal dagang dari berbagai wilayah.

Selain karena posisi yang strategis ini, kerajaan Demak pada masa itu juga memiliki daerah pertanian yang cukup luas sehingga mampu menjadikan kerajaan ini sebagai salah satu kerajaan yang memiliki peranan besar dalam aktivitas perekonomian antar pulau.

Kerajaan Demak merupakan kesultanan peralihan dari corak Hindu Budha ke Islam.

Kejayaan Kerajaan Demak

Pada awal abad ke-16, Kerajaan Demak telah menjadi kerajaan yang kuat di Pulau Jawa, tidak satu pun kerajaan lain di Jawa yang mampu menandingi usaha kerajaan ini dalam memperluas kekuasaannya dengan menundukkan beberapa kawasan pelabuhan dan pedalaman di Nusantara.

Demak mengalami masa kejayaan pada pemerintahan Sultan Trenggono (1521-1526), yakni raja ketiga setelah Pati Unus. Sultan Trenggono merupakan anak dari Raden Patah yang tidak lain adik Pati Unus.

Pada masa pemerintahannya, Demak menguasai :

  • Sunda Kelapa dari Pajajaran serta menghalau para tentara Portugis yang mendarat disana (1527).
  • Tuban (1527).
  • Surabaya dan Pasuruan (1527).
  • Madiun (1529).
  • Malang (1945).
  • Blambangan, kerajaan Hindu terakhir di ujung timur pulau Jawa (1527, 1546).

Kemudian pada tahun 1546 Sultan Trenggono meninggal dalam sebuah pertempuran menaklukkan Pasuruan.

Kejayaan di bawah Pati Unus

Demak di bawah Pati Unus adalah Demak yang berwawasan nusantara. Visi besarnya adalah menjadikan Demak sebagai kerajaan maritim yang besar. Pada masa kepemimpinannya, Demak merasa terancam dengan pendudukan Portugis di Malaka. Kemudian beberapa kali ia mengirimkan armada lautnya untuk menyerang Portugis di Malaka.

Kejayaan di bawah Trenggana

Trenggana berjasa atas penyebaran Islam di Jawa Timur dan Jawa Tengah. Di bawahnya, Demak mulai menguasai daerah-daerah Jawa lainnya seperti merebut Sunda Kelapa dari Pajajaran serta menghalau tentara Portugis yang akan mendarat di sana (1527), juga menaklukkan hampir seluruh Pasundan/Jawa Barat (1528 – 1540) serta wilayah-wilayah bekas Majapahit di Jawa Timur seperti Tuban (1527), Madura (1528), Madiun (1529), Surabaya dan Pasuruan (1527 – 1529), Kediri (1529), Malang (1529 – 1545), dan Blambangan, kerajaan Hindu terakhir di ujung timur pulau Jawa (1529 – 1546).

Trenggana meninggal pada tahun 1546 dalam sebuah pertempuran menaklukkan Pasuruan, dan kemudian digantikan oleh Sunan Prawoto. Salah seorang panglima perang Demak waktu itu adalah Fatahillah, pemuda asal Pasai (Sumatra), yang juga menjadi menantu raja Trenggana. Sementara Maulana Hasanuddin putra Sunan Gunung Jati diperintah oleh Trenggana untuk menundukkan Banten Girang. Kemudian hari keturunan Maulana Hasanudin menjadikan Banten sebagai kerajaan mandiri. Sedangkan Sunan Kudus merupakan imam di Masjid Demak juga pemimpin utama dalam penaklukan Majapahit sebelum pindah ke Kudus.

Peta Jawa - Kerajaan Demak 2
Peta Jawa awal abad ke-18. Perhatikan bahwa hanya pelabuhan perdagangan utama di pantai utara yang diketahui orang Eropa. Dari barat ke timur:
* Bantul (Banten) * Xacatara (Jayakarta) * Kanggul (Cirebon) * Taggal (Tegal) * Damo (Demak) * Iapara (Jepara) * Tubam (Tuban) * Sodaio (Sedayu, sekarang dekat Gresik) * Surubaya (Surabaya)

Kemunduran Kerajaan Demak

Suksesi Raja Demak 3 tidak berlangsung mulus, terjadi Persaingan panas antara P. Surowiyoto (Pangeran Sekar) dan Trenggana yang berlanjut dengan di bunuhnya P. Surowiyoto oleh Sunan Prawoto (anak Trenggono), peristiwa ini terjadi di tepi sungai saat Surowiyoto pulang dari Masjid sehabis sholat Jum’at. Sejak peristiwa itu Surowiyoto (Sekar) dikenal dengan sebutan Sekar Sedo Lepen yang artinya Sekar gugur di Sungai.

Pada tahun 1546 Trenggono wafat dan tampuk kekuasaan dipegang oleh Sunan Prawoto, anak Trenggono, sebagai Raja Demak ke 4, akan tetapi pada tahun 1549 Sunan Prawoto dan isterinya dibunuh oleh pengikut P. Arya Penangsang, putera Pangeran Surowiyoto (Sekar).

P. Arya Penangsang kemudian menjadi penguasa tahta Demak sebagai Raja Demak ke 5. Pengikut Arya Penangsang juga membunuh Pangeran Hadiri, Adipati Jepara, hal ini menyebabkan adipati-adipati di bawah Demak memusuhi P. Arya Penangsang, salah satunya adalah Adipati Pajang Joko Tingkir (Hadiwijoyo).

Pada tahun 1554 terjadilah Pemberontakan dilakukan oleh Adipati Pajang Joko Tingkir (Hadiwijoyo) untuk merebut kekuasaan dari Arya Penangsang. Dalam Peristiwa ini Arya Penangsang dibunuh oleh Sutawijaya, anak angkat Joko Tingkir. Dengan terbunuhnya Arya Penangsang sebagai Raja Demak ke 5, maka berakhirlah era Kerajaan Demak. Joko Tingkir (Hadiwijoyo) memindahkan Pusat Pemerintahan ke Pajang dan mendirikan Kerajaan Pajang.

Peninggalan Kerajaan Demak

  • Masjid Agung Demak

    Masjid ini dibangun oleh para Wali Songo pada tahun 1479 dan masih beridiri dengan kokoh hingga saat ini. Selain menjadi lambang kebesaran kerajaan pada masa itu, berbagai filosofis dan keunikan arsitektur yang terdapat di dalam Masjid Agung Demak ini juga merupakan salah satu bukti bagaimana kerajaan Demak menjadi pusat penyebaran dan perkembangan agama Islam di Jawa pada masa itu.

  • Bedug dan kentongan karya Wali Songo

    Kedua alat ini juga merupakan peninggalan yang bersejarah dari kerajaan Demak. Pada masanya, bedug dan kentongan ini dipakai oleh masyarakat kerajaan Demak untuk memanggil orang-orang agar segera beranjak ke masjid untuk melaksanakan shalat 5 waktu setelah dikumandangkannya adzan.

  • Dampar Kencana

    Dampar Kencana awalnya merupakan tempat singgasana para raja pada masa itu. Namun kemudian Dampar Kencana ini dipindahkan ke masjid Agung Demak dan dialih fungsikan menjadi mimbar khatib. Damapar Kencana ini masih ada dan terawat rapi hingga saat ini di dalam Masjid Agung Demak.

  • Piring Campa dari Putri Campa (Ibu Raden Patah)

    Piring Campa adalah piring pemberian dari ibu Raden Patah yang merupakan seorang putri dari Campa. Piring yang berjumlah 65 buah ini, hingga saat ini terpajang sebagai hiasan di dinding Masjid Agung Demak.

Bacaan Lainnya

Unduh / Download Aplikasi HP Pinter Pandai

Respons “Ooo begitu ya…” akan lebih sering terdengar jika Anda mengunduh aplikasi kita!

Siapa bilang mau pintar harus bayar? Aplikasi Ilmu pengetahuan dan informasi yang membuat Anda menjadi lebih smart!

Sumber bacaan: Wikipedia

Pinter Pandai “Bersama-Sama Berbagi Ilmu”
Quiz | Matematika | IPA | Geografi & Sejarah | Info Unik | Lainnya | Business & Marketing

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *