Thomas Aquinas (1125-1274) – Filsuf Sisilia, Italia – 5 Cara Santo Thomas Aquinas menunjukkan keberadaan Tuhan

8 min read

Thomas Aquinas filsuf italia

Thomas Aquinas

Terkenal untuk: Thomisme dan Summa Theologica. Santo Thomas Aquinas mungkin paling terkenal karena apa yang disebutnya 5 cara untuk menunjukkan keberadaan Tuhan.

Meskipun dia adalah seorang imam, Thomas Aquinas dan filsafatnya telah mempengaruhi filsafat modern. Dia adalah Bapak dari Thomisme, dia percaya bahwa kebenaran itu benar terlepas dari sumbernya. Karyanya dalam Summa Theologica dan Summa con Gentiles adalah sumber penting dari wacana yang terus digunakan saat ini.

Santo Thomas Aquinas (bahasa Italia: Tommaso d’Aquino; 1225 – 7 Maret 1274) adalah seorang frater Dominikan Italia, imam Katolik, dan Doktor Gereja (Pujangga Gereja). Ia adalah seorang yuris, teolog, dan filsuf yang sangat berpengaruh dalam tradisi skolastisisme, yang di dalamnya ia juga dikenal sebagai Doctor Angelicus dan Doctor Communis. Nama Aquinas merupakan identifikasi daerah asal leluhurnya di comune Aquino dalam regione Lazio masa kini.

Oleh karena itu, sejauh Thomas berpikir tentang filsafat sebagai disiplin yang menyelidiki apa yang dapat kita ketahui secara alami tentang Allah dan manusia. Ia berpikir bahwa teologi Alkitab yang baik, karena ia memperlakukan topik-topik yang sama itu, mengandaikan analisis filosofis dan argumentasi yang baik. Meskipun Thomas menulis beberapa karya filsafat murni, sebagian besar filsafatnya ditemukan dalam konteks melakukan teologi Alkitabiah. Memang, orang menemukan Thomas terlibat dalam karya filsafat bahkan dalam komentar dan khotbah Alkitabnya.

Thomisme adalah aliran filsafat yang berkembang sebagai warisan karya dan pemikiran Thomas Aquinas (1225–1274), filsuf, teolog dan Doktor Gereja. Dalam filsafat, pertanyaan dan komentar Aquinas tentang Aristoteles mungkin menjadi karya terkenalnya. Dalam teologi, Summa Theologica adalah salah satu dokumen paling penting dalam teologi abad pertengahan dan meneruskan titik utama dari rujukan untuk filsafat dan teologi Gereja Katolik. Dalam sensiklik tahun 1914 Doctoris Angelici. Paus Pius X menyatakan bahwa ajaran Gereja tak dapat dimengerti tanpa pemahaman filsafat dasar dari tesis-tesis besar Aquinas.

5 Cara Santo Thomas Aquinas menunjukkan keberadaan Tuhan

Quinque viae atau “Lima jalan (menuju Tuhan)” adalah rumusan yang terdapat dalam salah satu karya Santo Thomas “Summa Theologiae”.  Ini merupakan pembuktian yang diungkapkan oleh Thomas Aquinas mengenai keberadaan Allah melalui pengamatan atas alam. Kelima jalan itu adalah:

  1. Didasarkan pada fakta adanya gerak (motus), semua gerak dan perubahan bisa terjadi karena ada penggeraknya, penggerak yang menggerakkan ini juga digerakkan oleh penggerak yang pertama. Penggerak yang pertama diyakini sebagai Allah.

  2. Didasarkan pada sebab-akibat (ex rationae causae efficiens) bahwa setiap akibat pasti memiliki sebab. Allah kemudian diyakini sebagai penyebab pertama dari segala sesuatu yang menimbulkan akibat.

  3. Didasarkan pada kemungkinan dan keniscayaan segala sesuatu di dunia (ex possibili et necessario). Pada akhirnya segala hal yang ada di dunia ini akan hilang atau musnah, segala sesuatu yang akan hilang ini diawali dari “ada” yang pertama, itulah Allah.

  4. Didasarkan pada pembuktian berdasarkan derajat kualitas-kualitas segala sesuatu (ex gradibus qui in rebus inveniuntur), Allah adalah ukuran superlatif dan sempurna untuk membandingkan derajat kualitas semua hal yang ada di dunia.

  5. Didasarkan adanya benda-benda yang tidak berakal,sehingga pasti ada yang berakal dan Allah adalah sosok yang diyakini memiliki akal yang sejati.

Thomas Aquinas filsuf italia
Thomas Aquinas filsuf Italia. Sumber foto: National Gallery / Wikimedia Commons

Teologi atau  wacana yang berdasarkan nalar mengenai agama, spiritualitas dan Tuhan

Hakikat atau dasar keberadaan Allah

Thomas Aquinas meyakini bahwa keberadaan Allah sudah jelas atau terbukti dengan sendirinya, tetapi tidak demikian bagi kita. “Oleh karena itu saya mengatakan bahwa proposisi ini, ‘Allah ada’, sudah jelas dengan sendirinya, sebab predikatnya sama dengan subjeknya, … Karena kita tidak mengetahui esensi Allah, proposisi itu tidak jelas bagi kita; namun perlu ditunjukkan dengan hal-hal yang lebih kita kenal, meski kurang dikenal hakikatnya—dengan kata lain, melalui akibat-akibat yang ditimbulkannya.”

Thomas percaya bahwa eksistensi atau keberadaan Allah dapat didemonstrasikan. Secara singkat dalam Summa theologiae, dan lebih ekstensif lagi dalam Summa contra Gentiles, ia memikirkan dengan sangat terperinci lima argumen mengenai keberadaan Allah, yang dikenal luas dengan sebutan quinque viae (Lima Jalan).

  1. Gerak: Sejumlah hal tidak diragukan lagi bergerak, kendati tidak dapat menyebabkan pergerakannya sendiri. Karena, sebagaimana diyakini Thomas, tidak ada rantai penyebab pergerakan yang tiada batas, tentu ada Penggerak Pertama yang tidak digerakkan oleh segala hal lain, dan ini yang dipahami semua orang adalah Allah.

  2. Kausalitas: Sebagaimana dalam kasus gerak, tidak ada ciptaan yang dapat menjadi penyebab dirinya sendiri, dan rantai kausalitas yang tiada batas adalah mustahil, sehingga tentu ada Penyebab Pertama, yang disebut Allah.

  3. Keniscayaan keberadaan: Keberadaan semua hal yang teramati tampaknya seolah-olah mungkin saja tidak ada. Apabila semua hal dapat tidak ada, tentunya pernah terjadi ketiadaan segalanya, dan jika demikian segalanya akan senantiasa tidak ada. Karenanya tentu ada keberadaan yang memiliki keniscayaan dari dirinya sendiri, penyebab dari keberadaan semua hal.

  4. Gradasi: Apabila gradasi (derajat atau tingkatan) dalam semua hal dapat diamati, bahwa ada sejumlah hal yang lebih panas, lebih baik, dan lain-lain, tentu ada tingkatan tertinggi atau superlatif yang merupakan hal yang paling benar dan paling mulia, dan yang paling sepenuhnya ada. Karenanya ini disebut Allah

  5. Kecenderungan alam yang tertata: Arah semua aksi menuju suatu akhir dapat diamati dalam semua hal dan terjadi seturut hukum kodrat atau alam. Segala sesuatu yang tanpa intelek memiliki kecenderungan yang terarah kepada suatu tujuan berdasarkan panduan dari sesuatu yang intelek. Ini disebut Allah.

5 Kualitas seputar kualitas-kualitas Ilahi

Mengenai hakikat Allah, Thomas Aquinas merasa bahwa pendekatan terbaik, yang lazim disebut via negativa, adalah mempertimbangkan apa yang bukan Allah. Hal ini membuatnya mengajukan 5 pernyataan seputar kualitas-kualitas Ilahi:

  1. Allah itu sederhana, tanpa tata susun bagian-bagian, seperti tubuh dan jiwa, atau materia (materi) dan forma (bentuk).

  2. Allah itu sempurna, tidak kekurangan apa-apa. Maksudnya, Allah dibedakan dari keberadaan lainnya karena aktualitas Allah yang lengkap dan penuh. Thomas Aquinas mendefinisikan Allah sebagai ‘Ipse Actus Essendi subsistens,’ tindakan subsisten keberadaan (tindakan dari keberadaan atau esensi tanpa ketergantungan pada keberadaan lainnya).

  3. Allah itu tanpa batas. Maksudnya, Allah tidak terbatas pada penghalang-penghalang yang membatasi makhluk-makhluk ciptaan secara fisik, intelektual, maupun emosional. Ketidakterbatasan tersebut perlu dibedakan dari ketidakterbatasan ukuran dan ketidakterbatasan kuantitas.

  4. Allah itu lestari, tidak dapat mengalami perubahan pada tingkatan-tingkatan karakter dan esensi Allah.

  5. Allah itu satu, tanpa diversifikasi di dalam Allah itu sendiri. Kemanunggalan Allah sedemikian rupa sehingga esensi Allah sama dengan eksistensi atau keberadaan Allah. Dalam kata-kata Thomas, “Eksistensi Allah niscaya benar, sebab di dalamnya subjek dan predikatnya sama.”

Hakikat atau dasar dari dosa

Mengikuti St. Agustinus dari Hippo, Thomas mendefinisikan dosa sebagai “kata, perbuatan, ataupun keinginan, yang bertentangan dengan hukum abadi”.[108] Perlu diperhatikan adanya hakikat kesesuaian hukum dalam filsafat hukum Thomas. Hukum kodrat (hukum alam) adalah representasi atau instansiasi dari hukum abadi. Karena hukum kodrat adalah apa yang manusia tetapkan berdasarkan hakikatnya sendiri (sebagai mahkluk rasional), ketidakpatuhan pada daya pikir merupakan ketidakpatuhan pada hukum kodrat dan hukum abadi. Dengan demikian hukum abadi secara logis telah ada sebelum penerimaan “hukum kodrat” (yang ditetapkan oleh daya pikir) maupun “hukum ilahi” (yang ditemukan dalam Perjanjian Lama dan Baru).

Dengan kata lain, kehendak Allah mencakupi akal (daya pikir) maupun penyataan (wahyu). Dosa mengesampingkan akal seseorang di satu sisi, atau juga penyataan di sisi lainnya, dan identik dengan “kejahatan” (tidak adanya kebaikan, atau privatio boni[109]). Thomas Aquinas, sama seperti semua kalangan Skolastik, umumnya berpendapat bahwa hasil temuan akal dan data penyataan tidak dapat saling bertentangan, sehingga keduanya merupakan panduan untuk memahami kehendak Allah bagi manusia.

Hakikat Trinitas

Thomas Aquinas berpendapat bahwa Allah, selain manunggal secara sempurna, juga dideskripsikan secara sempurna oleh Tiga Pribadi yang Saling Terkait. Ketiga pribadi tersebut (Bapa, Putra, dan Roh Kudus) direpresentasikan oleh relasi mereka di dalam esensi atau hakikat Allah.

Thomas menuliskan bahwa istilah “Trinitas” atau “Tritunggal” “tidak menandakan relasi-relasi yang dimiliki para Pribadi, namun menandakan jumlah pribadi yang saling terkait satu sama lain; dan karenanya kata itu sendiri tidak mengekspresikan acuan pada yang lainnya”.[110] Bapa memperanakkan Putra (atau Firman) melalui relasi kesadaran-diri. Tindakan dalam kekekalan tersebut menghasilkan Roh yang kekal “yang memiliki hakikat ilahi sebagai Kasih Allah, Kasih Bapa bagi Firman”.

Keberadaan Trinitas tidak tergantung pada dunia ini. Kendati hakikatnya melampaui dunia yang tercipta, Trinitas juga memutuskan untuk memberikan rahmat atau kasih karunia kepada manusia. Menurut Aidan Nichols, Thomas berpendapat bahwa hal ini terlaksana melalui Penjelmaan Firman Allah dalam pribadi Yesus Kristus dan melalui kehadiran Roh Kudus di dalam diri mereka yang mengalami keselamatan dari Allah.

Prima causa (penyebab pertama)

Lima bukti yang diajukan Thomas mengenai keberadaan atau eksistensi Allah mengadopsi beberapa pernyataan Aristoteles seputar asas-asas keberadaan. Karena pandangan bahwa Allah adalah prima causa(“penyebab pertama”) berasal dari konsep Aristoteles tentang penggerak yang tak digerakkan, dan penegasannya bahwa Allah adalah penyebab akhir dari segala sesuatu.

Sakramen

Thomas Aquinas berpendapat bahwa terdapat tujuh sakramen yang diperintahkan oleh Kristus, dan sakramen yang terpenting adalah Ekaristi (Sacramentum Sacramentorum “Sakramen dari Semua Sakramen”) karena mengandung Kristus sendiri. Rahmat adikodrati disalurkan kepada orang beriman melalui sakramen.

Dengan menerima sakramen, manusia dimampukan untuk melakukan perbuatan-perbuatan baik yang berkenan kepada Allah. Teologi Thomas mengenai sakramen banyak ditemukan dalam Summa contra Gentiles dan Summa Theologiae karyanya, sarat dengan kutipan-kutipan dari Kitab Suci dan dari berbagai Bapa Gereja.

7 Sakramen Gereja Katolik dan diurutkan dalam Katekismus Gereja Katolik (KGK) sebagai berikut:

  • Pembaptisan
  • Penguatan, juga disebut Krisma
  • Ekaristi
  • Rekonsiliasi(umumnya disebut “Pengakuan Dosa”)
  • Pengurapan orang sakit
  • Imamat (sakramen yang dengannya seseorang dijadikan uskup, imam, atau diakon)
  • Pernikahan

Klik disini untuk membaca lebih lanjut tentang Sakramen Katolik.

Hakikat Yesus Kristus

  • Dalam Summa Theologica, Thomas mengawali pembahasannya tentang Yesus Kristus dengan menceritakan kisah biblis Adam dan Hawa serta dengan mendeskripsikan dampak-dampak negatif dari dosa asal. Tujuan Inkarnasi Kristus adalah untuk memulihkan kodrat manusia dengan menghapuskan kecemaran dosa, karena hal itu tidak dapat dilakukan sendiri oleh manusia.

  • “Kebijaksanaan Ilahi menilainya pantas bahwa Allah perlu menjadi manusia, sehingga dengan demikian satu orang yang sama dapat memulihkan manusia sekaligus mempersembahkan pemenuhan.” Thomas dikatakan mendukung pandangan pemenuhan atau pelunasan dalam pendamaian, karena ia menuliskan bahwa Yesus Kristus wafat “untuk melakukan pemenuhan bagi seluruh umat manusia, yang dijatuhi hukuman mati karena dosa.”

  • Thomas menentang sejumlah teolog historis dan kontemporer yang menganut pandangan berbeda tentang Kristus. Menanggapi Fotinus, Thomas menyatakan bahwa Yesus adalah benar-benar ilahi dan bukan seorang manusia semata. Menanggapi Nestorius, yang mengemukakan bahwa Putra Allah sekadar digabungkan ke dalam manusia Kristus, Thomas berpendapat bahwa kepenuhan Allah merupakan suatu bagian integral dari keberadaan Kristus. Bagaimanapun, ketika menanggapi pandangan-pandangan Apollinaris, Thomas berpendapat bahwa Kristus juga memiliki jiwa (rasional) manusia sejati. Ini menghasilkan dualitas kodrat dalam diri Kristus. Thomas menentang Eutykhes yang menyatakan bahwa dualitas tersebut tetap dipertahankan setelah Inkarnasi. Thomas menyatakan bahwa kedua kodrat tersebut ada secara bersamaan namun dapat dibedakan dalam satu tubuh manusia sejati, tidak seperti ajaran-ajaran Manikeus dan Valentinius.

  • Sehubungan dengan pernyataan Rasul Paulus bahwa Kristus, “yang walaupun dalam rupa Allah, tidak menganggap kesetaraan dengan Allah itu sebagai milik yang harus dipertahankan, melainkan telah mengosongkan diri-Nya sendiri, dan mengambil rupa seorang hamba, dan menjadi sama dengan manusia” (Filipi 2:6–7), Thomas menyajikan suatu penegasan akan kenosis ilahi yang banyak memberikan informasi mengenai Kristologi Katolik. Selaras dengan hasil Konsili Nicea I, pandangan St. Agustinus dari Hippo, serta pernyataan-pernyataan Kitab Suci, Thomas mendukung doktrin kebakaan ilahi.

  • Dengan demikian, setelah menjadi manusia, tidak mungkin ada perubahan dalam pribadi ilahi Kristus. Bagi Thomas, “misteri Inkarnasi tidak diselesaikan melalui Allah yang berubah dengan suatu cara apapun dari keadaan Dia berasal dari kekekalan, tetapi melalui penyatuan diri-Nya dengan keberadaan itu dalam suatu cara yang baru, atau lebih tepatnya melalui penyatuan keberadaan itu dengan diri-Nya sendiri.”

  • Demikian pula, Thomas menjelaskan bahwa Kristus “mengosongkan diri-Nya sendiri, bukan dengan menanggalkan kodrat ilahi-Nya, tetapi dengan mengambil suatu kodrat manusia.” Bagi Thomas, “kodrat ilahi-Nya penuh tanpa ada kekurangan, karena setiap kesempurnaan kebaikan ada di sana. Namun, kodrat manusia dan jiwa-Nya tidak penuh, tetapi mampu mencapai kepenuhan, karena dibuat sebagai sebuah batu tulis yang tidak bertuliskan. Dengan demikian, kodrat manusia-Nya kosong. Karenanya [Rasul Paulus] mengatakan, Dia mengosongkan diri-Nya sendiri, sebab Dia mengambil suatu kodrat manusia.”

  • Singkatnya, “Kristus memiliki satu tubuh sejati dari kodrat yang sama dengan kita, satu jiwa rasional sejati, dan, bersama semua itu, kodrat Ilahi yang sempurna.” Dengan demikian, terdapat kesatuan (dalam satu hipostasis-Nya) maupun komposisi (dalam dua kodrat-Nya, manusia dan Ilahi) dalam diri Kristus.

  • Saya menjawab bahwa, Pribadi atau hipostasis Kristus dapat dilihat dalam dua cara. Pertama apa adanya dalam diri-Nya sendiri, dan karena itu benar-benar sederhana, bahkan sebagai Kodrat dari sang Firman. Kedua, dalam aspek pribadi atau hipostasis yang menjadikannya subsisten dalam suatu kodrat; dan dengan demikian Pribadi Kristus subsisten dalam dua kodrat. Oleh karena itu, kendati terdapat satu keberadaan subsisten dalam Dia, namun terdapat aspek-aspek subsistensi yang berbeda, dan karenanya Dia dikatakan sebagai satu pribadi komposit, karena satu keberadaan subsisten dalam dua kodrat.[122]

  • Menggemakan St. Athanasius dari Aleksandria, ia mengatakan bahwa, “Karena menginginkan supaya kita ambil bagian dalam keilahian-Nya, Putra tunggal Allah mengambil kodrat kita, sehingga Dia yang menjadi manusia dapat menjadikan umat manusia ilahi.”

Tujuan hidup manusia menurut Thomas Aquinas

  • Thomas Aquinas mengidentifikasi tujuan keberadaan manusia sebagai persatuan dan persekutuan abadi dengan Allah. Tujuan tersebut dicapai melalui visiun beatifis (“pandangan yang penuh kebahagiaan”), yang di dalamnya seseorang mengalami kebahagiaan sempurna dan tanpa akhir karena melihat esensi Allah. Visiun tersebut terjadi setelah kematian lahiriah sebagai suatu anugerah atau pemberian dari Allah kepada mereka yang dalam kehidupannya mengalami keselamatan dan penebusan melalui Kristus.

  • Tujuan persatuan dengan Allah memiliki implikasi-implikasi bagi kehidupan individu di dunia ini. Thomas menyatakan bahwa kehendak bebas dari individu perlu diarahkan menuju hal-hal yang benar, seperti kasih, perdamaian, dan kekudusan. Orientasi tersebut juga dilihatnya sebagai jalan menuju kebahagiaan, dan tampak pada susunan karyanya tentang kehidupan moral yang berkisar pada gagasan akan kebahagiaan. Pertalian antara kehendak dan tujuan pada dasarnya bersifat anteseden, “karena ketulusan kehendak meliputi keterarahan yang sebagaimana mestinya pada tujuan akhir [yaitu visiun beatifis].”

  • Mereka yang benar-benar berupaya untuk memahami dan mencari kehendak Allah niscaya akan mengasihi apa yang Allah kasihi. Kasih atau cinta semacam itu mensyaratkan moralitas, dan menghasilkan “buah” dalam pilihan-pilihan yang diambil manusia di dalam hidupnya sehari-hari.

Ketahuilah Filsuf Lainnya yang Terkenal bersama Filosofinya

Filosofi, yang secara harfiah berarti “cinta kebijaksanaan,” adalah salah satu disiplin tertua dalam sejarah. Ada banyak gagasan tentang para filsuf dan apa yang mereka lakukan. Beberapa bahkan menganggap bidang itu sebagai ilmu yang berhubungan dengan logika dan alasan. Banyak filsuf terkenal telah membuat kontribusi mereka diketahui dunia melalui tulisan-tulisan mereka dan siswa mereka. Klik disini untuk mengetahui daftar filsuf terkenal.

Bacaan Lainnya

Sumber bacaan: Internet Encyclopedia of Philosophy

Pinter Pandai “Bersama-Sama Berbagi Ilmu”
Quiz | Matematika | IPA | Geografi & Sejarah | Info Unik | Lainnya | Business & Marketing

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *