Bisa Tidak Seseorang Dipidana Karena Tidak Mampu Membayar Utang? Pidana atau Perdata?

5 min read

Bisa Tidak Seseorang Dipidana Karena Tidak Mampu Membayar Utang? Pidana atau Perdata?

Seseorang Dipidana Karena Tidak Mampu Membayar Utang! Apakah Bisa?

Jika saya meminjamkan uang kepada seorang teman sebesar Rp 200 juta untuk modal usaha. Teman saya berjanji akan mengembalikan pada waktu yang sudah kami berdua sepakati, beserta bunga dan pembagian hasil keuntungan dari usahanya tersebut. Bisa tidak seseorang dipidana karena tidak mampu membayar utang?

Namun, saat hari H, teman saya tak kunjung mengembalikan uang saya itu. Alasan dia, usahanya bangkrut. Saya tidak percaya, saya ingin laporkan dia ke Polisi agar dia membayar utangnya. Apakah langkah tersebut tepat menurut hukum?

Jawaban:
Prinsipnya, masalah pinjam meminjam adalah termasuk lingkup hukum perdata. Sehingga tidak bisa dibawa ke ranah pidana. Dasar hukumnya diatur dalam Pasal 19 ayat 2 Undang-Undang No. 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia, berbunyi:
“2). Tidak seorangpun atas putusan pengadilan boleh dipidana penjara atau kurungan berdasarkan atas alasan ketidakmampuan untuk memenuhi suatu kewajiban dalam perjanjian utang piutang.”
Selain itu, beberapa putusan pengadilan (Mahkamah Agung) yang  berkekuatan hukum tetap (Yurisprudensi) juga sudah menegaskan hal yang sama, antara lain:
  1. Putusan MA Nomor Register : 93K/Kr/1969, tertanggal 11 Maret 1970 menyatakan: “Sengketa Hutang-piutang adalah merupakan sengketa perdata.”
  2. Putusan MA Nomor Register : 39K/Pid/1984, tertanggal 13 September 1984 menyatakan: “Hubungan hukum antara terdakwa dan saksi merupakan hubungan perdata yaitu hubungan jual beli, sehingga tidak dapat ditafsirkan sebagai perbuatan tindak pidana penipuan.”
  3. Putusan MA Nomor Register : 325K/Pid/1985, tertanggal 8 Oktober 1986 menyatakan: “Sengketa Perdata Tidak dapat dipidanakan.”
Sepanjang benar teman Anda belum bisa membayar utang lantaran usahanya bangkrut, maka upaya melaporkan teman Anda ke Kepolisian (menggunakan jalur pidana) merupakan upaya yang tidak tepat menurut hukum. Upaya yang bisa Anda lakukan adalah mengajukan gugatan wanprestasi atau ingkar janji ke Pengadilan. Dasar hukumnya Pasal 1243 Kitab Undang-Undang Hukm Perdata (KUHPer), berbunyi:
Penggantian biaya, rugi dan bunga karena tak dipenuhinya suatu perikatan, barulah mulai diwajibkan, apabila si berutang, setelah dinyatakan lalai memenuhi perikatannya, tetap melalaikannya, atau jika sesuatu yang harus diberikan atau dibuatnya, hanya dapat diberikan atau dibuat dalam tenggang waktu yang telah dilampaukannya.”
Anda dapat menuntut uang Anda kembali, beserta biaya-biaya yang sudah dikeluarkan untuk mengurus masalah ini, ganti rugi dan bunga sesuai yang dijanjikan teman Anda tersebut. Dasar Hukumnya Pasal 1244 KUHPerdata berbunyi:
“Debitur harus dihukum untuk mengganti biaya, kerugian dan bunga. bila ia tak dapat membuktikan bahwa tidak dilaksanakannya perikatan itu atau tidak tepatnya waktu dalam melaksanakan perikatan itu disebabkan oleh sesuatu hal yang tak terduga, yang tak dapat dipertanggungkan kepadanya. walaupun tidak ada itikad buruk kepadanya.”
Sedang, jalur pidana hanya bisa digunakan jika memang ada unsur-unsur penipuan sebagaimana diatur dalam Pasal 378 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) atau pun unsur pasal tindak pidana lainnya dalam pinjam meminjam tersebut. Pasal 378 KUHP, berbunyi:
Barangsiapa dengan maksud untuk menguntungkan diri sendiri atau orang lain secara melawan hukum, dengan memakai nama palsu atau martabat palsu, dengan tipu muslihat, ataupun rangkaian kebohongan, menggerakkan orang lain untuk menyerahkan barang sesuatu kepadanya, atau supaya memberi hutang maupun menghapuskan piutang, diancam karena penipuan dengan pidana penjara paling lama empat tahun”.
Oleh sebab itu, tidak tepat jika membawa masalah pinjam meminjam uang (perdata) ke ranah pidana. Sebab menurut hukum seseorang tidak bisa dipidana karena ketidakmampuannya membayar utang. Langkah yang seharusnya dilakukan adalah mengajukan gugatan wanpestasi ke pengadilan Negeri untuk menuntut uang Anda kembali, biaya-biaya lainnya, ganti rugi dan bunga jika ada.
Dasar Hukum:
  • Kitab Undang-Undang Hukum Acara Perdata
  • Kitab Undang-Undang Hukum Pidana
Putusan Pengadilan:
  • Putusan Mahkamah Agung RI No. 93 K/Kr/1969, tertanggal 11 Maret 1970
  • Putusan Mahkamah Agung RI No. 39K/Pid/1984, tertanggal 13 September 1984
  • Putusan Mahkamah Agung RI No. 325K/Pid/1985, tertanggal 8 Oktober 1986

Baca juga ? Hukum di Indonesia – Jenis, Pengertian dan Contoh


Bisa Tidak Seseorang Dipidana Karena Tidak Mampu Membayar Utang? Pidana atau Perdata?
Bisa Tidak Seseorang Dipidana Karena Tidak Mampu Membayar Utang? Pidana atau Perdata? Ilustrasi dan sumber foto: Needpix

Unsur Pidana dalam Hutang Piutang

Hukum pada dasarnya dibuat untuk mengatur tingkah laku manusia sehingga dalam pelaksanaannya perlu adanya penegakan hukum (law enforcement). Upaya penegakan hukum pada dasarnya harus menjamin agar setiap warga Negara mematuhi hukum yang berlaku dalam masyarakat.

Terkait dengan masalah pinjam meminjam uang (hutang piutang) termasuk dalam lingkup hukum Perdata, sehingga ke ranah Pidana adalah jalan terakhir, dasar hukumnya diatur dalam Pasal 19 ayat 2 UU No. 39 tahun 1999, tentang Hak Asasi Manusia, yang berbunyi:

“Tidak seorangpun atas putusan pengadilan boleh dipidana penjara atau kurungan berdasarkan atas alasan ketidakmampuan untuk memenuhi suatu kewajiban dalam perjanjian utang piutang.”

Namun jalur Pidana bisa digunakan, jika memang ada unsur penipuan sebagaimana diatur dalam Pasal 378 KUHPidana atau pun unsur Pasal tindak Pidana lainnya, seperti Pasal 372 KUHPidana yang dapat dikenakan pidana kepada pelakunya dengan sanksi pidana penjara, dan tindakan Pidana ini dilakukan dengan syarat kreditur telah melakukan penagihan beberapa kali kepada debitur.

Penjelasan Pasal Penipuan diatur oleh Pasal 378 KUHPidana:

“Barang siapa dengan maksud untuk menguntungkan diri sendiri atau orang lain dengan melawan hukum, dengan memakai nama palsu atau martabat palsu, dengan tipu muslihat ataupun dengan rangkaian kebohongan menggerakan orang lain untuk menyerahkan sesuatu benda kepadanya, atau supaya memberi hutang maupun menghapuskan piutang, diancam karena penipuan dengan pidana penjara paling lama 4 (empat) tahun”.

Baca juga? Cara Menagih Hutang – Contoh & Permasalahan Hutang Piutang dan Tips Penyelesaiannya Secara Hukum

Berdasarkan rumusan pasal tersebut di atas, maka unsur-unsur dalam perbuatan penipuan adalah sbb:

  1. Dengan menggunakan salah satu upaya atau cara penipuan (memakai nama palsu, martabat palsu, tipu muslihat, rangkaian kebohongan).
  2. Dengan maksud untuk menguntungkan diri sendiri dengan melawan hukum.
  3. Menggerakkan orang untuk menyerahkan barang sesuatu atau supaya memberi hutang maupun menghapuskan piutang.

Dapat dikategorikan sebagai penipuan, sebagaimana kaidah dalam Yurisprudensi Mahkamah Agung No. 1601 K/Pid/1990 tanggal 26 Juli 1990 menyebutkan:

Unsur pokok penipuan (Pasal 378 KUHPidana) terletak pada cara/upaya yang telah digunakan oleh si pelaku untuk menggerakan orang lain agar menyerahkan sesuatu barang.”

Apabila si pelaku (debitur atau yang berhutang) sengaja memiliki niat untuk menipu dengan tidak mengembalikan hutangnya, dengan pembuktian sudah ditagih, maka hal itu memenuhi unsur penipuan sebagaimana rumusan di atas, maka perbuatan itu adalah perbuatan pidana, sehingga kreditur bisa melaporkan debitur tersebut ke Kepolisian setempat.

Sedangkan Pasal Penggelapan ada dalam Pasal 372 KUHPidana

Perbuatan dapat dikategorikan sebagai tindak pidana penggelapan apabila memenuhi unsur-unsur sebagai berikut:

“Barang siapa dengan sengaja dan melawan hukum memiliki barang sesuatu yang seluruhnya atau sebagian adalah kepunyaan orang lain, tetapi yang ada dalam kekuasaannya bukan karena kejahatan diancam karena penggelapan, dengan pidana penjara paling lama 4 (empat) tahun.”

  1. Soesilo dalam bukunya berjudul “Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP), menyatakan bahwa Penggelapan adalah kejahatan yang hampir sama dengan pencurian, tetapi pada penggelapan pada waktu dimilikinya barang tersebut sudah ada ditangannya, yang unsur-unsurnya adalah:
  2. Barang siapa (ada pelaku);
  3. Dengan sengaja dan melawan hukum;
  4. Memiliki barang sesuatu yang seluruh atau sebagian adalah kepunyaan orang lain.

Contoh Surat Penting Lainnya: Penggunaan Kehidupan Sehari-hari dan Bisnis, Perusahaan, Organisasi, Pribadi, Umum, dll

Klik disini untuk membaca contoh surat penting seperti: Contoh Surat Pernyataan Bersalah – Surat Pernyataan Siap Menerima Sanksi, Contoh Surat Izin Tidak Masuk Kerja, Contoh Surat Pendirian Yayasan – Contoh Perjanjian dan Akta Notaris, Contoh Surat Lamaran Kerja – Penjelasan dan Isi Surat Lamaran Pekerjaan, dll.


Bacaan Lainnya

Unduh / Download Aplikasi HP Pinter Pandai

Respons “ohh begitu ya…” akan sering terdengar jika Anda memasang applikasi kita!

Siapa bilang mau pintar harus bayar? Aplikasi Ilmu pengetahuan dan informasi yang membuat Anda menjadi lebih smart!

Informasi:

PINTERpandai.com tidak bertanggung jawab atas informasi yang diberikannya. PINTERpandai.com melakukan segala upaya untuk menyediakan layanan berkualitas tinggi. Namun, PINTERpandai.com, maupun penyedia data / sumber bacaan, tidak memberikan jaminan, perjanjian, atau jaminan terkait keakuratan, kelengkapan, atau sifat terbaru dari informasi yang diberikan. Pengguna harus mengkonfirmasi informasi dari sumber lain jika cukup penting bagi mereka untuk melakukannya. Hubungi dan selalu konsultasikan permasalahan hukum Anda dengan para pengacara profesional atau badan hukum yang berwenang / penasihat hukum.

Sumber bacaan: Hukum Online

Pinter Pandai “Bersama-Sama Berbagi Ilmu”
Quiz | Matematika | IPA | Geografi & Sejarah | Info Unik | Lainnya | Business & Marketing

Hukum di Indonesia | Jenis, Pengertian dan Contoh

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *